Cerita Inspiratif Para Mahasiswa Finalis KNMIPA, Lejitkan Prestasi Kala Pandemi

SHARE

Ilustrasi


CARAPANDANG.COM –  Kompetisi Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (KNMIPA) Tingkat Nasional Tahun 2021 telah usai digelar, pada tanggal 27 s.d. 30 Juli lalu, secara daring, oleh Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sebanyak 260 finalis mahasiswa seluruh Indonesia telah bertanding memperebutkan 25 medali.

“Pandemi memang masih mengharuskan lomba digelar secara daring, tetapi tidak menyurutkan semangat para mahasiswa yang punya berbagai cerita perjuangan mengikuti KNMIPA, dari seluruh Indonesia,” tutur Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Penguatan Karakter, Asep Sukmayadi, usai penutupan KNMIPA 2021, secara daring, Jumat (30/7).

Finalis Bidang Lomba Matematika dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Regita Verensia, mengaku sebelumnya tidak mau masuk jurusan matematika saat ingin masuk universitas. “Tapi ujung-ujungnya selalu kembali ke matematika. Akhirnya saya suka Matematika,” ungkap mahasiswi 20 tahun ini. Lain halnya dengan Finalis Matematika Ferdi asal Universitas Hasanuddin, Makassar. Ia menyukai matematika sejak Sekolah Dasar. “Saya juga punya tokoh matematika yang saya kagumi dari Rusia, namanya Grigori Perelman,” ucap pemuda 17 tahun ini.

Andi Khaerunnisa, Finalis Biologi dari Universitas Muslim Maros, Sulawesi Selatan, mengaku sejak SMA mencintai biologi. “Makanya saya melanjutkan kuliah Pendidikan Biologi, orang tua juga menyarankan,” ucap gadis yang akrab dipanggil Nisa ini.

Senada dengan Nisa, Finalis Biologi Kenny Jonathan dari Universitas Surabaya, mengatakan, “Ketika di SMA ikut lomba, saya sadar ada kombinasi menarik antara biologi dengan teknologi, yaitu bioteknologi. Seperti Tes PCR, itu contoh bioteknologi. Mungkin, 20 tahun ke depan, prospek industri bioteknologi makin bagus”.

Finalis Fisika asal Universitas Udayana, I Made Putra Arya Winata, juga mengaku menyukai fisika sejak SMA. “Topik yang menarik misalnya fisika kuantum, fisika statistik, dan fisika modern,” ucap Arya yang kini duduk di Semester 5 Tehnik Mesin.

Sementara itu, Wenny Angeliana, Finalis Fisika asal Fakultas Teknik Industri, Universitas Katolik Musi Charitas, mengatakan dirinya mendalami fisika berkat pertemuannya dengan guru fisika yang menyenangkan di bangku SMA. “Guru saya menjelaskan sambil cerita zaman dia kuliah di Jurusan Fisika. Itu yang membuat saya tertarik, penjelasan beliau mudah dipahami,” jelas Wenny lulusan SMA Xaverius 1 Palembang.

Muhammad Yusrizal, Finalis Bidang Kimia yang merupakan Mahasiswa Teknik Kimia asal Universitas Bung Hatta, Sumatera Barat, mengaku bercita-cita bekerja di pertambangan dan memilih teknik kimia agar punya ilmu yang luas. Sementara Mahasiswi Kimia Sains, Universitas Papua, Herliana Asso, menilai Papua menyimpan Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan.

“Saya ingin terlibat penelitian yang nantinya bisa mengembangkan SDA di Papua,” ucap Herliana. Rizal dan Herliana pun merantau dari kabupaten asal untuk menempuh pendidikan tinggi di wilayah lain. Herliana merantau dari Sorong untuk kuliah di Manokwari, sedang Rizal merantau dari Kabupaten Pesisir Selatan ke Kota Padang.

Menolak Menyerah Walau Hadapi Beragam Tantangan

Terkait tantangan berkompetisi masa pandemi, Finalis Fisika Arya menilai, “Harus ada pengorbanan sedikit. Saya harus beli kuota lebih dan harus pinjam komputer saudara yang lebih kencang, supaya lebih lancar lombanya,” jelas Arya. Ia juga mengaku dirinya belajar dengan metode 25 menit belajar dan lima menit istirahat, sehingga pikirannya lebih segar dengan jeda rehat.

Menanggapi laju ke tingkat nasional, Finalis Matematika Ferdi mengaku dirinya tidak menyangka akan lolos ke tingkat nasional, karena Ia mahasiswa tahun pertama dan belum mendalami materi kompetisi level nasional. Sedangkan, para kompetitornya lebih senior mulai dari mahasiswa angkatan 2017 hingga 2019. Namun, ketika lolos ke nasional, para dosen dan senior Ferdi di universitas sigap membantu. “Mereka mengajak diskusi dan berbagi pengalaman lomba,” ucap Ferdi mengapresiasi.

“Ketika lulus ke nasional, saya sangat senang. Dari 1.175 yang diseleksi se-Indonesia, saya termasuk satu dari 65 Finalis Matematika,” ungkap Ferdi yang mengaku gembira bisa bertanding sportif dengan teman-teman dari seluruh Indonesia.

Begitu pula Regita dan Kenny, awalnya tidak berharap banyak bisa masuk ke tingkat nasional. “Tapi ketika coba buka pengumuman, ternyata ada nama saya. Terharu, tidak menyangka,” ujar Regita. “Ini kali pertama saya mengikuti KNMIPA. Ketika lulus ke nasional, saya senang tapi kaget juga,” ucap Kenny yang tengah menempuh tahun ketiga di kampus.

Sementara itu, Finalis Biologi Nisa mengaku KNMIPA 2021 adalah kali ketiga baginya. “Tapi, baru kali ini saya sampai lulus ke nasional. Saya tidak banyak berharap lulus, saya hanya berusaha semaksimal mungkin. Saya penasaran, kenapa dua kali mencoba belum tembus ke nasional. Almarhum Ayah saya pensiunan PNS dan Ibu saya bekerja rumah tangga. Saya ingin membanggakan keluarga,” ucap anak kedua dari dua bersaudara ini yang amat bersyukur didukung keluarga dan kampusnya.

Mengatasi rasa khawatir dalam kompetisi, Ferdi mengaku dirinya memilih berdoa dan mengerjakan hal lain. “Mengalihkan pikiran, agar tidak tegang,” ucap dia. Ferdi pun mengaku harus berpisah sementara dari keluarga di Bone untuk mengikuti kompetisi di kampusnya di Kota Makassar.

Kendala yang dihadapi peserta hampir seragam. Hampir seluruh finalis ini mengikuti lomba dari rumah atau kos. Herliana, Rizal, dan Nisa mengaku tantangan terbesar lomba daring adalah jaringan internet. “Jaringan kadang macet dan hilang, apalagi saya ikut lomba dari rumah,” ucap Nisa. Senada dengannya, Kenny mengatakan, “Saya pasang wi-fi di rumah. Harus ada rencana B kalau wi-fi putus, yaitu harus punya kuota,” ucap Kenny.

Rizal, yang mengikuti lomba dari kos, juga mengaku khawatir tiba-tiba listrik padam. “Tapi alhamdulillah, tidak kejadian dan lancar-lancar saja. Pas tingkat wilayah, ikut lomba di kampus. Tetapi, tingkat nasional ini di kos karena PPKM diberlakukan di Kota Padang. Saya pakai paket data pribadi,” ucap Rizal yang berharap agar semakin banyak apresiasi dan bantuan bagi para mahasiswa berprestasi.

Merajut Harapan Setelah Lulus

Para Finalis KNMIPA juga tak hanya memikirkan kompetisi. Mereka aktif merancang rencana masa depan dan berkontribusi positif di kampus, komunitas, dan menekuni hobi masing-masing. Umumnya, para finalis kompak mengatakan ingin bekerja dan melanjutkan studi S-2. Namun, sebelum lulus, Regita dan Ferdi mengaku tertarik mengikuti program Kampus Merdeka. “Saya ingin ikut semua programnya, atau kalau tidak sempat, ingin coba salah satu,” ucap Regita yang juga mendalami big data dan analisis data setelah lulus.

Ferdi pun mengakui ingin ikut pertukaran mahasiswa Kampus Merdeka ke luar negeri. “Saya ingin punya banyak pengalaman. Untuk lanjut ke jenjang S-2, ingin belajar matematika murni di Rusia, karena selain saya mengidolakan tokoh matematika Rusia, perkembangan ilmu matematika di Rusia bagus,” ungkap Ferdi.

Sementara itu, Finalis Biologi Kenny berharap bisa menyelesaikan studi S-1 dan magang. “Setelah lulus, ingin bekerja dulu di bidang bioteknologi di Surabaya. Untuk S-2, saya berharap bisa mengikuti saran orang tua, bahwa di Jerman perkembangan bioteknologi amat pesat,” harap Kenny.

Finalis Biologi Nisa pun berharap sama. “Rencananya menyelesaikan proposal penelitian dan setelah lulus mau mengajar biologi di sekolah,” ungkap Nisa yang juga aktif berorganisasi. Ia menjabat Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Biologi di kampusnya.

Finalis Kimia Herliana mengakui dirinya ingin bekerja di bidang kimia. “Saya ingin bekerja di bidang kimia dan mendalami teknik kimia di S-2,” terang Herliana yang juga menjabat Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Kimia.

Sementara Rizal berharap dapat merantau ke Kalimantan untuk bekerja di bidang pertambangan batu bara.

Serupa dengan Herliana, Ia juga ingin tetap melanjutkan kuliah S-2. “Kalau bisa ke luar negeri. Beberapa dosen saya juga mendorong, di Jerman teknik kimia maju,” ucap Rizal yang gemar olahraga badminton dan juga aktif di Komisi Advokasi Dewan Perwakilan Mahasiswa.

Pesan Para Finalis KNMIPA: Rawat Harapan, Jangan Menyerah, Rencanakan Hidupmu

Seputar harapan untuk dunia pendidikan, Finalis Fisika Arya berharap Indonesia makin tangguh menyesuaikan dengan perubahan yang ada. “Terutama dalam hal digitalisasi, semoga bisa bersaing dengan negara lain,” harapnya.

Sementara Kenny berharap, talenta anak-anak sejak dini sudah dikembangkan. “Kalau senang olahraga, dibina ke olahraga. Kalau senang biologi atau matematika, juga dibina ke sana. Artinya, saya berharap pendidikan bisa mengembangkan siswa sesuai minat yang benar-benar menarik buat mereka. Jangan sampai sekadar sekolah saja. Mengerjakan tugas, ulangan, lalu lulus,” ungkap Kenny.

Finalis Fisika Wenny juga berharap pendidikan bermutu di Indonesia semakin menjangkau daerah pelosok yang belum terjamah infrasturktur daring. “Semoga lebih banyak anak-anak yang paham dan menguasai teknologi,” harap Wenny.

Dilanjutkan Kenny, “Waktu SMP dan SMA, saya sering salah kaprah, karena Biologi SMP dan SMA banyak hapalan. Maka bagi adik-adik SMA yang ingin melanjutkan ke biologi, jangan stres dulu. Walaupun buku biologi terkenal tebal-tebal. Dalam biologi, ada soal-soal yang tidak perlu dihapal. Selama mengerti konsepnya, itu bisa dikerjakan. Coba menonton dokumenter tentang biologi,” saran Kenny yang gemar menyaksikan dokumenter fauna National Geographic.

Sementara itu bagi peserta didik SMA yang ingin melanjutkan kuliah fisika, Wenny berpesan, “Harus lebih percaya diri bahwa yang kita pelajari akan berguna untuk diri dan orang lain. Manfaat fisika bisa kita terapkan ke kehidupan sehari-hari. Senada dengan itu, Arya pun setuju, “Fisika adalah bidang yang mendasar. Kehidupan kita pun diatur fisika”.

Bagi Herliana, walau baginya sulit mendalami kimia, tapi harus dicoba terus untuk menguasainya. “Di setiap ilmu pasti ada yang sulit. Tapi coba saja dulu,” tutur Herliana. Ia pun berharap agar di Papua semakin banyak tenaga pendidikan yang mumpuni untuk bidang kimia. “Di Papua banyak potensi talenta besar yang masih harus dikembangkan,” jelas Herliana. 

Regita menilai mitos perempuan tak menguasai Matematika keliru. “Bisa dibilang salah. Di sekolah saya, juara Matematika perempuan. Selama saya ikut lomba, di sepuluh besar pasti ada perempuan. Jelas ada perempuan di setiap kompetisi,” ucap Regita. Ia juga berpesan bagi siswa SMA yang ingin masuk Fakultas Matematika untuk mempersiapkan diri. “Saya dulu bingung mau ke mana. Kalau mau masuk matematika, perbanyak latihan soal, karena matematika bukan hapalan,” pungkas Regita.