Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah se - Indonesia Bicara soal Parlemen Threshold

SHARE

Istimewa


Laporan: Defrijon

CARAPANDANG (BUKITTINGGI) -  Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat menjadi tuan rumah Seminar Nasional & Call Paper.   

Kegiatan yang digelar di Gedung Auditorium Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat berlangsung selama dua hari, 20-21 Januari 2022 itu diikuti oleh 42 peserta yang merupakan para Dekan Fakultas Hukum universitas Muhammadiyah seluruh Indonesia. 

Mantan Ketua KPK dan sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum & HAM, DR. H. M. Busyro Muqaoddas, SH, M. Hum menjadi Keynote Speaker dalam seminar  ini. 

Narasumber dalam kegiatan ini  adalah para  pakar hukum seperti DR. H. Bambang Widjojanto (Mantan Ketua KPK), DR. Wendra Yunaldi, SH. M.H, (Dekan Fakultas Hukum UMSB), Iwan Satriawan, SH, MCL, PhD (Dekan Fakultas Hukum UMY), Ferri Amsari, SH, M.H, LL.M (Direktur Pusako Minang) dan Prof. Deddy Indrayana, SH, LL.M, PhD (Akademisi Indonesia). Dan sebagai Moderator Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Rahmat Muhajir, N, SH. M.H. 

Seminar  tersebut membahas tentang "Perlukah PPHN (Pokok - Pokok Haluan Negara dan Addendum UUD 1945)". Akhir dari seminar ini ditutup dengan pernyataan sikap dari seluruh peserta yang hadir yang terdiri dari 42 Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah se Indonesia.

Adapun pernyataan sikap yang disampaikan oleh peserta soal Gagasan Menghidupkan kembali GBHN / PPHN dan Amandemen terbatas UUD 1945.

Sekretaris Forum Dekan FH, Rahmat Muhajir Nugroho, SH, M.H., menyampaikan, bahwa saat ini terus bergulir pembahasan amandemen UUD 1945 yang dilakukan di berbagai tempat.

"Ini penting kita buka, untuk menjadi wacana publik, sehingga masyarakat bisa mengetahui ada sesuatu hal yang penting sedang terjadi,"ujar Muhajir. 

Terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, meskipun tidak secara langsung kami nyatakan dalam pernyataan sikap namun itu menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan karena di dalam konstitusi yakni pada pasal 6 Ayat 2  UUD1945, tidak mengenal istilah Presidential Threshold.

"Kami khawatir, ini hanya sekedar pintu masuk atau entry point saja untuk kemudian mengubah beberapa pasal krusial misalnya terkait dengan masa jabatan Presiden, kemudian juga terkait dengan kewenangan MPR dalam memilih Presiden dan Wapres yang mungkin akan dihidupkan lagi, sehingga Presiden tidak dipilih secara langsung oleh rakyat," imbuh Sekretaris forum Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu.Â