DPP KNPI Minta Kapolri Berantas Mafia Tanah Perkebunan Di Pasaman Barat

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM -  Tim Hukum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) saat ini sedang melakukan pendampingan/ mengadvokasi pemilik tanah ulayat dari 4 kaum Datuk Ninik Mamak di Muara Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh, Pasaman Barat.

Selain membela hak-hak perdatanya, Tim Hukum juga melakukan pendampingan atas 4 (empat) penduduk dari kaum mereka yang dijadikan tersangka oleh Polres Pasaman Barat, atas Laporan Polisi dari PT Agrowiratama (Musim Mas Group) dengan dalil melanggar Pasal 55 dan Pasal 107 UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, pada suatu aksi berdemo di tanah ulayatnya sendiri yaitu perkebunan kelapa sawit seluas 320 hektar, dan berkas pemeriksaan yang katanya sudah P21, akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, sesegera mungkin.

Padahal, demonstrasi tutup jalan tersebut dilakukan salah satunya untuk menghentikan kegiatan perkebunan panen di Hutan Lindung, dan Polda Sumatera Barat sudah melakukan penyelidikan dan membenarkan lokasi kebun PT Agrowiratama lebih kurang 75 hektar ada di Hutan Lindung, dan telah di panen berpuluh tahun oleh Perusahaan.

Untuk menjadi catatan, bahwa pada saat berdemo, pemilik tanah ulayat tidak membawa atau mengambil kelapa sawit satu kilo pun. Kegiatan tersebut murni demonstrasi agar tanah ulayat mereka tidak dijadikan jalan untuk praktek-praktek pelangaran di hutan lindung. Dan, itu jalan merupakan milik tanah ulayat, bukan milik PT Agrowiratama. 

Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama, SH mengatakan bahwa memang sungguh hebat cara perusahaan-perusahaan kelapa sawit dalam menzolimi masyarakat. Bayangkan, perusahaan yang hanya punya Izin Usaha Perkebunan tapi tanpa Hak Guna Usaha, bisa tetap beroperasi bertahun tahun lamanya, dan lalu mempunyai legal standing untuk melaporkan pemilik tanah ulayat yang berdemo menutup jalan yang memang secara fakta dokumen pengembalian jalan dari perusahaan kayu yang dulu membuat jalan perkebunan, adalah milik masyarakat adat dari 4 kaum Datuk.

Haris menambahkan, bahwa sebelum laporan polisi yang dibuat oleh PT Agrowiratama pada September 2020, masyarakat adat sebenarnya pada  28 Agustus 2020 sudah mendatangi Polres Pasaman Barat untuk melaporkan tindak pidana dari PT Agrowiratama  terkait Penjarahan Hutan Lindung dan Penipuan Hak Atas Adat.  Namun laporan tersebut diterima hanya dengan bentuk Laporan Pengaduan bukan Laporan Polisi.

“ Ada 4 butir pengaduan yang sangat penting. Namun saat ini Laporan Pengaduan tersebut mandeg, tapi di lain sisi Laporan Polisi Perusahaan cepat sekali. Bahkan masyarakat harus buat Laporan Polisi di Polda pada tanggal 8 September 2020 tentang hutan lindung, baru kemudian turun tim penyidik Polda ke lokasi, dan terbukti area kebun PT Agrowiratama ada di hutan lindung sekitar 75 hektar,” jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/3).

Lebih lanjut dia mengatakan, yang lebih anehnya, saat ini PT Agrowiratama sedang mengajukan HGU ke Kanwil BPN Sumatera Barat. "Bagaimana kami tahu? Kami sudah bersurat di bulan November 2020 terkait permohonan HGU PT Agrowiratama, dan dibalas dengan surat oleh KaKanwil BPN Sumatera Barat tanggal 17 Februari 2021 yang mengatakan bahwa PT Agrowiratama  belum diberikan HGU di Muara Kiawai. Perusahaan baru mengajukan dan masih di tahapan Pengukuran. PT Agrowiratama untuk proses permohonan HGU tersebut, meminta surat dukungan dari ke empat Datuk yang empat warganya di lapor polisi oleh mereka, untuk proses hak atas tanah yang berbentuk HGU tersebut," jelasnya.

Menurutnya ini lucu,  berarti benar masyarakat itu berdemo di tanahnya sendiri yang saat ini sudah menjadi perkebunan kelapa sawit dan sedang dimintakan oleh Pelapor untuk hak atas tanah. Ini ada apa?.

”Tim Advokasi DPP KNPI berharap para aparat penegak hukum di Pasaman Barat berlaku adil dan kembali memeriksa landasan hukum PT Agrowiratama  yang tidak punya hak atas tanah perkebunannya di Muara Kiawai, dan Izin Usaha Perkebunannya cacat hukum dengan alasan dua hal yang kuat. Pertama, IUP PT Agrowiratama  batal dengan sendirinya sejak pertengahan 2012. Hal ini sesuai isi IUP pada bagian/butir ke enam, karena perseroan gagal / tidak mempunyai hak atas tanah (HGU) selambat-lambatnya 1 tahun sejak IUP diterbitkan, yaitu 19 Mei 2011,"jelasnya. 

Lebih lanjut dia mengatakan, artinya, Izin Usaha Perkebunan PT Agrowiratama sudah tidak berlaku lagi sejak 20 Mei 2012 karena belum punya HGU di tanggal tersebut. Dan  sampai sekarangpun belum punya HGU, baru pengajuan.

" Kok bisa-bisanya Perusahaan melaporkan dengan Pasal 55 dan Pasal 107 UndangUndang Perkebunan! Izin dan hak tanahnya saja sudah tidak jelas.  Tim Hukum DPP KNPI juga telah mendapatkan surat balasan dari Biro Hukum Kementerian Pertanian pada tanggal 10 Februari 2021, yang pada prinsipnya mengatakan bahwa berdasarkan pertimbangan Mahkama Konstitusi dalam putusan no 138/PUU-XIII/2015 dengan merujuk pada Pasal 16 Undang-Undang Perkebunan, tidak mungkin suatu perusahaan melakukan suatu usaha perkebunan tanpa terlebih dahulu memegang atau mendapatkan hak atas tanah, dimana jenis hak diberikan sesuai kewenangan BPN," jelasnya. 

Dia menjelaskan, jika mengacu pada Permen Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN No 7 tahun 2017, hak atas tanah untuk usaha perkebunan adalah Hak Guna Usaha.

"Jadi clear, Kementerian Pertanian juga sudah bilang IUP yang tanpa HGU, seperti punya PT Agrowiratama, itu cacat hukum dan oleh sebab itu batal demi hukum. Nah, legal standing nya untuk melaporkan 4 penduduk itu apa? Pak Kapolri,  ini patut diduga pekerjaan mafia tanah. Kami minta komitmen Bapak Kapolri untuk berantas mafia tanah perkebunan, salah satunya di kasus Pasaman Barat ini,” tutup Haris.