Dradjad: Investasi Miras Bisa Buat Indonesia Merugi

SHARE

Dradjad Hari Wibowo (istimewa)


CARAPANDANG.COM – Pengamat Ekonomi Indef, Dradjad Hari Wibowo mengatakan pembukaan investasi minuman keras justru akan memberikan dampak merugi bagi ekonomi Indonesia.

 “Saya kira tidak benar kalau manfaatnya lebih besar dari mudharatnya. Biaya yang dikeluarkan negara akan lebih besar dibanding manfaat ekonominya. Ini berdasar riset ya, bukan perkiraan asal-asalan,” kata Dradjad melansir Republika, Selasa (2/3/2021).

Menurut Dradjad, dengan adanya investasi tersebut, perusahaan tentu ingin mendapatkan keuntungan yang bagus. Hal ini memicu upaya agar banyak orang mengkonsumsi minuman beralkohol.

“Suplai akan menciptakan permintaan,” katanya.

Masih mengutip Republika, kondisi ini menurut Dradjad akan membuat konsumsi minuman beralkohol meningkat. Dengan demikian, akan ada sekelompok masyarakat yang menjadi “pecandu” alkohol atau mengkonsumsi alkohol berlebihan.

“Ini berdasar pengalaman dari berbagai negara di dunia,” kata Dradjad, yang juga ketua Dewan Pakar PAN.

Berdasar studi tahun 2010 di Amerika Serikat, disebutkan, pertama, satu dari enam orang di AS yang minum, masuk dalam kategori minum minuman beralkohol dalam kategori berlebihan.

Kedua, dengan kondisi tersebut biaya dari minum minuman keras ini, pada 2010, di AS mencapai 249 miliar dolar AS atau sekira 2 dolar 5 sen per minuman.

“Ini biaya yang ditanggung dari efek buruk minuman keras ke perekonomian. Kalau dipresentasikan ke PDB AS, jatuhnya 1,66 persen dari PDB,” papar Dradjad.

Pemborosan terbesar itu, kata Dradjad, disebabkan hilangnya produktivitas sebesar 72 persen, 11 persen karena biaya kesehatan, 10 persen untuk penegakan hukum kejahatan yang disebabkan alkohol, serta 5 persen terkait kecelakaan kendaraan bermotor akibat alkohol.

“Angka-angka ini masih perkiraan rendah. Padahal, para peneliti memperkirakan angkanya bisa lebih mahal lagi. Ini penelitian resmi yang dimuat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dari Pemerintah AS (CDC),” kata ekonom senior INDEF tersebut.

Selain studi itu, Dradjad juga menyebut adanya studi lain yang menunjukkan hal yang sama. Studi yang ditulis Montarat Thavorncharoensap dalam 20 riset di 12 negara menyebutkan, beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45 persen hingga 5,44 persen dari PDB.

Jika angka ini disimulasikan di Indonesia dengan hanya menerapkan angka yang dipakai di AS yaitu 1,66 persen maka hasilnya sudah tinggi. Dijelaskannya, PDB Indonesia pada 2020 adalah Rp.15.434,2 triliun jika dikalikan 1,66 persen maka hasilnya adalah Rp. 256 triliun.

“Jadi kalau kita asumsikan tidak setinggi 5,44 persen, tapi hanya 1,66 persen saja, sama seperti AS, hasilnya biaya ekonomi yang harus ditanggung Indonesia karena minuman keras mencapai Rp.256 triliun. Pertanyaan saya, apakah investas miras akan menghasilkan Rp.256 triliun?. Saya tidak yakin itu,” ungkapnya.

Dari angka-angka tersebut, papar Dradjad, biaya ekonomi yang diakibatkan Miras akan jauh lebih besar dari manfaatnya. Jadi karena mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, kata Dradjad, pembukaan investasi miras lebih baik dibatalkan.