Harga Minyak Melonjak, Pasar Bisa Kehilangan Tiga Juta Barel Mulai April

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Harga minyak melonjak sekitar tiga persen di perdagangan Asia pada Kamis sore, setelah Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pasar bisa kehilangan tiga juta barel per hari (bph) minyak mentah dan produk olahan Rusia mulai April.

Kehilangan pasokan akan jauh lebih besar dari perkiraan penurunan permintaan satu juta barel per hari yang dipicu oleh harga bahan bakar yang lebih tinggi, kata IEA dalam sebuah laporan pada Rabu (16/3/2022).

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 3,0 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi diperdagangkan di 101,09 dolar AS per barel pada pukul 08.44 GMT, setelah jatuh selama tiga sesi perdagangan berturut-turut.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 2,8 dolar AS atau 3,0 persen, menjadi diperdagangkan di 97,84 dolar AS per barel.

Kedua kontrak ditutup lebih rendah pada hari sebelumnya, menyusul lonjakan tak terduga dalam stok minyak mentah AS dan tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan damai Rusia-Ukraina.

"Antusiasme pasar untuk memperdagangkan kejatuhan geopolitik mereda, yang membantu menekan beberapa gelembung premium dari harga minyak. Ini saatnya untuk menilai kembali berbagai faktor," kata Wang Xiao, peneliti utama di Guotai Junan Futures Co.

Harga telah merosot di sesi sebelumnya di tengah berita bahwa persediaan minyak di Amerika Serikat naik 4,3 juta barel dalam seminggu hingga 11 Maret menjadi 415,9 juta barel, menurut Badan Informasi Energi AS, melampaui ekspektasi analis untuk penurunan 1,4 juta barel.

"Pertanyaan tentang berapa banyak minyak Rusia akan terus berayun dan ketidakpastian tentang seberapa buruk kehancuran permintaan minyak mentah akan membuat pasar energi gelisah," Edward Moya, analis pasar senior untuk OANDA, menulis dalam sebuah catatan.

Pasar minyak sebagian besar mengabaikan langkah Federal Reserve AS pada Rabu (16/3/2022) untuk menaikkan suku bunga seperempat poin persentase, seperti yang diantisipasi.

Sentimen pasar agak terdorong setelah China menjanjikan kebijakan untuk mendorong pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi, sementara penurunan kasus COVID-19 baru di China mendorong harapan bahwa pihak berwenang dapat mencabut larangan bepergian dan mengizinkan pabrik untuk melanjutkan produksi di kota-kota yang dikunci.