ICW: Nasib Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Makin Suram

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM - Jika Mahkamah Agung (MA) tetap mempertahankan tren vonis ringan terhadap pelaku kasus korupsi, maka pemberantasan korupsi di Indonesia nasibnya akan semakin suram. 

Demikian disampaikan peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/9). 

Dia menjelaskan sepanjang tahun 2019 rata-rata hukuman bagi para pelaku korupsi terbilang ringan, yakni hanya  2 tahun 7 bulan penjara. Tidak hanya itu, Kurnia menambahka pemulihan kerugian negara juga sangat kecil.

"Jika ditotal, negara telah rugi akibat praktik korupsi sepanjang tahun 2019 sebesar Rp12 triliun. Akan tetapi, pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp750 miliar. Sepuluh persennya saja tidak dapat,"  jelasnya menambahkan. 

Lebih lanjut dia mengatakan dari total 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada tahun 2019, sekitar 842 orang divonis ringan (0—4 tahun), sedangkan vonis berat hanya sembilan orang (di atas 10 tahun).

"Belum lagi vonis bebas atau lepas yang berjumlah 54 orang," ungkap Kurnia.

Ia pun menyatakan putusan hakim yang kerap kali ringan terhadap pelaku korupsi memiliki implikasi serius. Pertama, menegasikan nilai keadilan bagi masyarakat sebagai pihak terdampak korupsi.

Kedua, lanjut dia, melululantahkkan kerja keras penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan KPK) yang telah bersusah payah membongkar praktik korupsi. "Ketiga, menjauhkan pemberian efek jera baik bagi terdakwa maupun masyarakat," imbuhnya. 

Terkait dengan hal tersebut, ICW pun lantas menyinggung ketiadaan sosok Artidjo Alkostar di MA yang telah purnatugas sebagai hakim agung. "Dalam kondisi peradilan yang makin tak berpihak pada pemberantasan korupsi, memang harus diakui bahwa masyarakat merindukan adanya sosok seperti Artidjo Alkostar lagi di Mahkamah Agung," katanya.

Sebelumnya, KPK telah membeberkan daftar 20 koruptor yang menerima pengurangan hukuman dari MA melalui putusan peninjauan kembali (PK) sepanjang 2019—2020. KPK pun menyatakan bahwa pengurangan masa hukuman para terpidana korupsi berdasarkan putusan PK yang diputuskan oleh MA dapat memperparah korupsi di Indonesia.