Ini Pelanggaran HAM yang Dilakukan Polisi Perbatasan Prancis Terhadap Bocah-Bocah Imigran

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM- Polisi perbatasan Prancis dituduh telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap bocah-bocah imigran yang datang dari pelabuhan transit di Italia. Anak-anak berusia di awal belasan tahun itu diketahui ditahan dalam sel tanpa makan dan minum.

Selain itu, polisi Prancis juga diketahui melakukan tindakan tidak terpuji lainnya, seperti memotong sol sepatu para bocah imigran, hingga memaksa mencabut kartu sim dari ponsel, sebelum kembali memulangkan mereka ke Italia.

Dikutip dari The Guardian pada Jumat (15/6/2018), sebuah laporan yang dirilis oleh badan amal Oxfam juga mengutip kasus seorang gadis "sangat muda" asal Eritrea, yang dipaksa polisi Prancis untuk berjalan kaki kembali ke Ventimiglia --kota perbatasan Italia-- seraya menggendong bayinya yang berumur 40 hari.

Tuduhan itu, yang dikumpulkan dari kesaksian para pekerja Oxfam dan berbagai mitra kerjanya, menyeruak dua bulan setelah polisi perbatasan Prancis dituduh memalsukan tanggal kelahiran anak-anak migran dalam upaya penyerahan kembali sebagai "orang dewasa" ke Italia.

"Kami tidak memiliki bukti kekerasan fisik, tetapi banyak (anak-anak) telah menceritakan bahwa mereka didorong, atau diteriaki dalam bahasa yang tidak mereka pahami," ujar Giulia Capitani, penulis laporan terkait.

"Dan dengan cara lain, polisi perbatasan mengintimidasi mereka, misalnya memotong sol sepatu mereka, sebagai cara untuk mengatakan 'Jangan mencoba untuk kembali', mereka sangat tega'," lanjut Capitani.

Pengakuan serupa dilontarkan oleh Daniela Zitarosa, dari agen kemanusiaan Italia Intersos, yang mengatakan: "Polisi meneriaki mereka (bocah migran), menertawakan dan memberi tahu mereka, 'Kamu tidak akan pernah menyeberang ke sini', yang diikuti oleh tawa mengejek."

Ditambahkan oleh Zitarosa, beberapa anak yang kedapatan membawa ponsel, polisi kartu simnya dicabut paksa oleh polisi Prancis. Sehingga mereka kehilangan data dan daftar kontak untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka yang terpisah.

Sementara itu, Italia menyebut Prancis bersikap munafik karena gagal berbagi beban krisis migran yang sedang berlangsung.

Pertengkaran itu berkembang ketika presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengkritik apa yang disebutnya "sinisme tidak bertanggung jawab", ketika Italia menolak kapal penyelamat migran --dengan 629 orang di dalamnya-- berlabuh di wilayah teritorialnya.

Matteo Salvini, menteri dalam negeri baru Italia --yang anti-migran-- disebut memblokir kapal penyelamat Aquarius saat akan masuk ke sebuah dermaga di Pulau Sisilia.

Sebaliknya, pemerintah Italia menuduh Prancis mengembalikan paksa sekitar 10.524 migran di perbatasan, antara Januari dan Mei tahun ini.

Capitani mengatakan anak di bawah umur yang tidak didampingi --untuk beberapa waktu-- orang tuanya, telah dikirim kembali ke Italia oleh polisi Prancis.

Pengembalian itu dibarengi oleh skandal pemalsuan identitas, di mana Prancis mencari alasan agar bisa menolak ketentuan "migran anak dipelihara dalam jangka waktu tertentu".

Di bawah peraturan Dublin, migran anak di Prancis tidak dapat dikirim kembali ke Italia jika mereka meminta suaka.