Jalan Panjang  Anies Baswedan

SHARE

Ilustrasi (Net)


Anies Baswedan akan menjadi sosok penting di Pilpres 2024 mendatang. Namanya menempati posisi kuat untuk bertarung di Pilpres 2024, setelah Prabowo Subianto.

CARAPANDANG.COM - Berbicara soal pemilihan presiden (Pilpres) 2024  memang masih lama, yakni empat tahun lagi. Namun, dinamika politik untuk menyambut pesta demokrasi lima tahunan ini sudah terasa. Masing-masing kelompok yang memiliki kepentingan sudah memainkan strateginya.

Pilpres 2024 merupakan pertarungan terbuka dan seimbang. Sebab, tidak ada lagi calon petahana seperti Pilpres 2019 lalu. Jadi para pertempuran Pilpres 2024 mendatang menjadi medan laga yang menarik bagi masing-masing kontestan nanti.

Tidak bisa dipungkiri untuk melawan calon petahana terbilang sulit, apalagi calon petahana itu dalam kontestasi Pilpres, berarti pada saat itu sang calon sedang menjabat posisi tertinggi di Indonesia - yang  memiliki dan menguasai instrument dan institusi negara  dari desa, daerah hingga pusat. Yang jelas akan sedikit “menggunakan” kekuasaan yang dimiliki untuk mempertahankan kekuasaannya.

Jika melihat hasil survei terbaru, yang dikeluarkan oleh dua lembaga survei yakni Indo Barometer dan Media Survei Indonesia (Median) menempatkan nama Anies Baswedan menjadi sosok yang kuat untuk maju pada Pilpres 2024 mendatang. Anies menempati posisi kedua sebagai kandidat calon presiden pada Pemilu 2024 nanti. Di posisi pertama ditempati oleh Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Berdasarkan hasil survei Indo Barometer Prabowo menempati posisi terkuat dengan angka 22,5 persen. Anies menempati posisi kedua dengan angka 14,3 persen. Dan Sandiaga Salahudin Uno menempati posisi ketiga.

Hasil yang tak jauh beda juga disampaikan oleh Media Survei Indonesia (Median). Prabowo masih menempati posisi pertama dengan meraup angka sebesar 18,8 persen, disusul Anies Baswedan dengan 15,8 persen, Sandiaga Uno ditempat ketiga dengan 9,6 persen. Sementara sosok muda lainnya yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan 8,3 persen dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan meraup angka 5,7 persen.

Kendati menempati posisi terkuat, apakah Prabowo Subianto akan kembali memutuskan bertarung pada Pilpres 2024? Jawabannya belum pasti- bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak.

Namun, jika mencerna apa yang disampaikan para petinggi Partai Gerindra melihat hasil survei tersebut tidak begitu antusias. Bahkan dengan nada diplomatis mereka mengatakan bahwa  saat ini Partai Gerindra akan tetap fokus bekerja untuk melayani rakyat, baik  yang berada di eksekutif dan di legislatif. Dan mereka mengatakan terlalu dini sibuk membahas strategi untuk Pilpres 2024.

Jika nanti benar Probowo tidak kembali bertarung, tapi memutuskan hanya menjadi King Maker maka yang memiliki kans terbesar adalah sosok-sosok muda, seperti Anies, Sandi, AHY dan Ridwan Kamil. Dan dari nama-nama tersebut yang memiliki panggung besar untuk mempersiapkan diri berlaga di Pilpres mendatang adalah Anies dan Ridwan Kamil.

Saat ini kedua nama tersebut menjabat sebagai kepala daerah yang memiliki populasi penduduk yang sangat besar, yakni DKI Jakarta dan Jawa Berat. Berangkat dari posisinya tersebut, ini bisa menjadi modal sosial dan modal politik yang sangat luar biasa.

Jika mereka bisa memanfaatkan panggung yang saat ini mereka miliki,  maka ini  bisa menjadi modal untuk bertarung di Pilpres 2024. Namun, jika mereka tidak bisa memanfaatkan panggung tersebut melalui kinerja-kinerja nya maka ini bisa menjadi sasaran tembak untuk melumpuhkan langkahnya bertarung dalam kontestasi menuju kursi RI 1.

Antara Kritik dan Serangan Politik

Hal ini sudah dirasakan oleh Anies Baswedan. Sebagai calon terkuat pada Pilpres 2024 dia kerap  mendapat serangan-serangan yang luar biasa. Serangan tersebut tentunya ingin menjadikan panggung yang sedang Anies mainkan sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak terlihat indah dan menarik lagi, dengan harapan seiring berjalannya waktu akan terus menggerus tingkat elektabilitas mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. Para lawan politik ingin membangun narasi bahwa Anies tidak bekerja dengan  baik dalam mengurus DKI Jakarta.

Serangan tersebut sudah dari awal dimainkan, dari mulai kasus lem aibon, proyek revitalisasi Monas sampai soal banjir DKI Jakarta. Dan serangan itu pun terlihat sangat kompak, sampai-sampai bukan warga Jakarta pun turut beramai-ramai menyudutkan Anies, dengan membangun narasi dia adalah sosok gubernur yang memiliki kinerja yang tidak baik.

Misalnya, soal banjir- narasi yang dibangun oleh lawan politik Anies menyudutkan bahwa dia gubernur yang tidak mampu mengatasi banjir di Jakarta.  Padahal apabila melihat fakta banjir terjadi merata tidak hanya di Jakarta, di daerah lain juga mengalami kejadian yang serupa. Bahkan, banjir yang terparah terjadi di Provinsi Banten dan Bogor seolah  luput dari perhatian mereka. Mereka justru secara massif terus menyerang Anies.

Bahkan yang lebih lucu lagi, gara-gara banjir ada segelintir kelompok meminta Anies untuk lengser dari jabatannya.  Dari rangkaian ini tentunya bertujuan membangun narasi agar Anies terlihat tidak mampu mengatasi banjir.

Tidak hanya itu, serangan demi serangan kepada Anies juga dilakukan oleh partai politik oposisi. Dan yang paling keras melakukan serangan adalah PSI. Bahkan apa yang dilakukan tidak lagi terlihat kritik, tapi sudah jelas-jelas serangan politik. Dan serangan yang dilakukan oleh PSI terhadap Anies terlihat berdasarkan atas  kebencian bukan kritik sebagai oposisi. Contoh, PSI melaporkan dugaan korupsi proyek revitalisasi Monas ke KPK. Dan alhasil aduan yang mereka ajukan ditolak oleh lembaga antirasuah itu.

Dan penulis menduga serangan-serangan yang lain akan terus gencar dilakukan oleh lawan politik Anies. Serangan tersebut tujuan terakhirnya adalah membangun narasi besar bahwa sosok Anies tidak beres mengurus Jakarta- dan inilah yang menjadi dasar mereka mengatakan  Anies tidak layak untuk memimpin Indonesia.

Menuju Pilpres 2024

Kontestasi Pilpres 2024 masih lama, sekitar 4 tahun lagi. Dan ini tentunya menjadi jalan panjang bagi Anies Baswedan. Tentunya jalan tersebut tidak mulus dan mudah, akan banyak tantangan, batu, krikil yang menghadang.

Dan hasil survei yang dikeluarkan oleh Indo Barometer dan Median juga masih terlalu dini. Bisa jadi seiring berjalannnya waktu tingkat elektabilitas Anies bisa semakin bertambah atau bisa jadi semakin tergerus. Dan yang menjadi perhatian penting bagi Anies apakah dia akan berpeluang kembali maju bertarung pada Pilkada DKI Jakarta?. Sebab, sama-sama kita tahu Anies tidak memiliki mesin politik yang jelas-sebab, dia bukanlah kader partai.

Jika seandainya Anies tidak kembali maju pada Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar pada 2022 mendatang- tentunya Anies tidak kembali memiliki panggung yang megah seperti saat ini. Dan bisa jadi nama dia seiring berjalannya waktu akan kian redup.

Sebab, dalam pesta demokrasi langsung seperti ini, momentum menjadi hal yang sangat penting- dan memiliki daya dorong yang sangat luar biasa. Belajar dari Jokowi- dia memiliki momentum yang besar saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dan momentum tersebut dia olah sangat luar biasa dan terbukti dia mampu menang dalam pertarungan Pilpres 2014 silam. Dan pada saat itu lawan yang dia hadapi bukan tokoh sembarangan, yakni  seorang jenderal, pengusaha  dan sekaligus memiliki mesin politik yang kuat, tapi berhasil  Jokowi kalahkan.  Bahkan sekarang dia menjabat presiden dua periode.

Jalan panjang masih harus dilalui Anies, apakah dia mampu bertahan dan memiliki energi yang kuat hingga pada waktunya,  yakni  kontestasi Pilpres 2024. Kita tunggu jawabannya- sambil menikmati dinamika politik bangsa ini yang semakin seru dan layak untuk didiskusikan. [*]

*Amir Fiqi

Penulis merupakan pemerhati sosial dan aktivis Pemuda Muhammadiyah