Johan Rosihan: Selesaikan Permasalahan Peremajaan Kebun Sawit Rakyat

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menginginkan agar berbagai permasalahan peremajaan kebun sawit rakyat di berbagai daerah dapat diselesaikan terutama perbaikan regulasi legalitas lahan petani guna meningkatkan kesejahteraan petani kecil.

"Saat ini, luas perkebunan rakyat dari komoditas kelapa sawit hanya mencapai 29 persen dari total seluruhnya. Ini menunjukkan terjadi ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia di mana perusahaan besar telah menguasai 71 persen dari total luas lahan kelapa sawit," kata Johan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah harus memperbaiki validitas sistem perizinan dan sistem tata kelola komoditas kelapa sawit yang ada selama ini.

Johan menambahkan, legalitas lahan milik rakyat seringkali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan peremajaan sawit sehingga setiap tahun selalu jauh di bawah target.

"Saya meminta optimalkan upaya pemerintah pada tahun 2021 ini untuk mencapai target peremajaan sawit rakyat kita," ucapnya.

Johan menjelaskan bahwa target peremajaan kelapa sawit pada 2021 adalah seluas 180.000 hektare.

Ia mengingatkan bahwa RI memiliki kebun kelapa sawit terluas di dunia, yaitu seluas 16,3 juta hektare dan penyumbang devisa nonmigas terbesar yang mencapai Rp320 triliun pada tahun 2018 lalu.

Menurut dia, tata kelola sawit seringkali diduga menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan menyebabkan terjadinya kasus kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian besar dan mengganggu kesehatan masyarakat.

"Saya mendorong peran pemerintah untuk melakukan pembinaan kelembagaan petani sawit, karena peran kelembagaan ini sangat penting sebagai pemberdayaan petani dan mengoptimalkan program bantuan serta sarana program kemitraan petani dengan pihak lain," ujar Johan.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Selatan Sumarjono Saragih mengajak masyarakat juga berperan aktif dalam melawan kampanye hitam produk sawit yang hingga kini masih menjadi isu di negara-negara Eropa.

“Jangan dari pengusaha saja, tapi semua pihak harus ikut karena demi industri sawit kita yang menaungi jutaan petani,” kata Sumarjono.

Ia mengatakan kampanye hitam seperti pemasangan label “bebas kelapa sawit” pada sejumlah produk makanan, minuman, kosmetik, dan barang konsumsi pada produk di Eropa harus menjadi keprihatinan bagi masyarakat di Indonesia yang sebagian warganya bertumpu pada perkebunan sawit.

Hal ini bukan hanya merugikan pelaku usaha di dalam negeri, tetapi juga merusak reputasi Indonesia. Padahal secara kajian ilmiah, sudah terbukti bahwa pelabelan itu menyesatkan karena minyak sawit sebagai minyak nabati (tumbuh-tumbuhan) tidak berbahaya bagi kesehatan.

“Berbagai kampanye hitam ini sebagai bentuk proteksionisme yang bertujuan melindungi komoditas unggulan negara lain (persaingan dagang),” katanya.

Menurut dia, upaya pemerintah Indonesia untuk melawan kampanye hitam penggunaan minyak sawit ini sudah cukup baik, diantaranya menugaskan setiap duta besar sekaligus menjadi duta sawit.