Johan Rosihan: Validasi Data Agar Kelangkaan Pupuk Tidak Terulang

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menginginkan langkah validasi data agar dilakukan seakurat mungkin agar kejadian kelangkaan pupuk tidak kerap terjadi kembali, terutama pada saat petani menghadapi musim tanam.

"Saya meminta Kementan agar melakukan validasi data terhadap daerah yang menggunakan pupuk sesuai dosis dan daerah yang overdosis supaya ada pola penyaluran yang berbasis kebutuhan dosis pupuk setiap daerah," kata Johan Rosihan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kelangkaan pupuk hampir terjadi setiap tahun karena anggaran yang tidak memadai, serta di sisi lain penggunaan pupuk bersubisidi di beberapa daerah malah cenderung overdosis.

Ia mengingatkan  berdasarkan data BPS, sebanyak 51,91 persen petani belum memupuk sesuai dosis anjuran.

Johan juga menyampaikan bahwa jumlah anggaran untuk pupuk subsidi tahun 2021 ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu.

“Sedangkan alokasi pupuk yang disubsidi berjumlah 9 juta ton, sementara itu jumlah kebutuhan pupuk secara keseluruhan setiap tahun berkisar 23 juta ton dan tahun ini alokasi tersedia hanya 9 juta ton, jadi persentase ketersediaan pupuk bersubsidi hanya sekitar 40 persen dari kebutuhan pupuk,” ungkapnya.

Ia berpendapat penyebab persoalan penyaluran pupuk bersubsidi, antara lain disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan tidak ada sanksi tegas terhadap berbagai penyimpangan penyaluran pupuk.

Hal tersebut, lanjutnya, berpotensi mengakibatkan kerawanan terjadi penimbunan pupuk oleh oknum dan penyimpangan penjualan pupuk yang tidak sesuai ketentuan.

Ketua DPP PKS ini berharap dilakukan efisiensi pemupukan dengan cara Kementan memiliki basis data lahan untuk mendukung kebutuhan dan alokasi pupuk bersubsidi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi dalam Rapat dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin (5/4), menyebutkan pupuk bersubsidi berkontribusi dalam meningkatkan produksi gabah dan beras nasional pada tahun 2020 dan 2021.

Suwandi mengungkapkan bahwa produktivitas gabah di Indonesia tahun 2020 sebesar 5,19 ton per hektare, lebih tinggi dari Thailand 3,09 ton per hektare, India 3,88 ton per hektare, Malaysia 4,08 ton per hektare, dan Filipina 3,97 ton per hektare. Kendati jumlah tersebut masih berada di bawah Vietnam dengan produksi 5,82 ton per hektare.

Berdasarkan kajian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) pada tahun 2020, penggunaan pupuk urea, SP-36, dan NPK berpengaruh positif dengan nilai elastisitas 0,026, yaitu apabila penggunaan pupuk meningkat 10 persen maka produksi akan meningkat sebesar 0,26 persen.

Suwandi mengemukakan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi gabah kering giling (GKG) Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 54,65 juta ton atau setara beras 31,33 juta ton yang dihasilkan dari luas lahan panen 10,66 juta hektare.

Sementara kebutuhan beras untuk konsumsi masyarakat Indonesia dalam setahun sebanyak 29,37 juta ton, artinya secara nasional surplus sebanyak 1,97 juta ton beras. Sedangkan total surplus beras secara kumulatif sejak 2018 hingga 2020 sebanyak 8,72 ton.