Keputusan Harga Pertalite Tidak Naik Dinilai Berdampak Positif pada Masyarakat

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai kebijakan untuk menahan harga jual BBM jenis Pertalite merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan Pertamina dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih tertekan akibat kenaikan harga-harga dan kelangkaan beberapa komoditas kebutuhan pokok.

“Saya kira kepedulian dan niat baik Pertamina tersebut sangat positif pada masyarakat,” ujar Komaidi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dipastikan tidak naik meskipun harga minyak mentah dunia dalam tren melonjak sebagai dampak invasi Rusia ke Ukraina dan naiknya permintaan global seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna, dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu, menyebutkan bahwa harga Pertalite dalam waktu lima hingga enam bulan tidak akan naik kendati harga jual Pertalite saat ini lebih rendah jika dibandingkan nilai keekonomiannya.

Pergerakan harga minyak dunia yang terus menguat membuat harga keekonomian Pertalite di atas Rp10 ribu per liter. Pada awal Maret, harga sejumlah jenis BBM yang dijual di SPBU Pertamina yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex mengalami penyesuaian harga mengikuti naiknya harga minyak mentah dunia. Penaikan harga BBM secara selektif itu dinilai merupakan keputusan tepat dan cermat untuk mengurangi beban APBN, tanpa memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat. Namun, Pertalite dan Pertamax harganya masih sama seperti sebelumnya, yakni Pertalite Rp 7.650 per liter dan Rp9.000 per liter.

Menurut Komaidi, saat ini sulit memprediksikan puncak harga minyak dunia karena akan dipengaruhi berbagai faktor. Faktor pendorong kenaikan harga minyak lebih pada faktor psikologis yang dalam konsep ekonomi banyak dikenal dengan teori ekspektasi rasional.

“Dasar pengambilan keputusan bukan pada ukuran fundamental ekonomi tetapi lebih pada faktor kepanikan jika dalam konteks perang,” ujarnya.
 

Halaman : 1