Kisah Kejayaan Para Sultan Kerajaan Melayu Kepulauan Riau

SHARE

Gudang Mesiu Kerajaan Riau-Lingga-Pahang, salah satu aset budaya di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. (istimewa)


Perang itu memang telah dirancang oleh Sultan Mahmud. Pasalnya, Baginda muak terhadap perangai VOC-Belanda. Kenyataan itu terungkap dari surat Baginda kepada Kapten Inggris, Francis Light, di Pulau Pinang (Penang, Malaysia sekarang), 10 November 1787.

Isi suratnya menyatakan bahwa Baginda sedang bermusuhan dengan VOC-Belanda.

Sebagian armada bajak laut Ilanun Tempasuk dan Sulu kembali ke Kalimantan pada Juni 1787 setelah mereka membantu Sultan Mahmud. Sebagiannya pula tetap bertahan di Selat Sekiela di bawah pimpinan Temenggung Engku Muda Muhammad.

Strategi yang diterapkan untuk menghadapi Belanda kemudian, pada 24 Juli 1787 Sultan Mahmud berhijrah dan memindahkan pusat pemerintahan ke Daik-Lingga. Pasukan Belanda kembali menyerang Riau (Tanjungpinang) pada Agustus 1787. Ternyata, Bandar Riau (Pulau Bintan) tidak berpenghuni lagi, kecuali yang tinggal hanya buruh kebun.

Setelah berpindah ke Lingga, sejak 1788 sampai 1793 pasukan Sultan Mahmud melakukan gerilya laut dengan merampas timah di wilayah kekuasaan VOC di Kelabat dan Merawang di Bangka.

"Pasukan itu antara lain dipimpin oleh Panglima Raman, pemimpin bajak laut, yang juga adalah anak buah Engku Muda Muhammad," katanya.

Menurut Malik,strategi gerilya laut pasukan Sultan Lingga-Riau sangat merugikan Belanda. Gubernur VOC di Melaka, de Bruijn, mengakui bahwa kekuatan armada VOC tak mampu menandingi kekuatan armada laut Sultan Mahmud di “belantara lautan” Kepulauan Lingga.

Dengan kegigihan perjuangannya, pada 29 Mei 1795 Gubernur Jenderal VOC-Belanda di Batavia mengakui dan menyetujui kedaulatan Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah.

Pada 23 Agustus 1795 Gubernur Melaka mengirim surat kepada Baginda Sultan juga untuk menyatakan pengakuan yang sama. Bersamaan dengan itu, pada 9 September 1795 Residen VOC di Tanjungpinang dan pasukan Belanda ditarik dari Tanjungpinang. Maka, benteng-benteng Belanda pun dibongkar atas titah Sultan Mahmud Riayat Syah.

Kekuatan tentara resmi Sultan Mahmud Riayat Syah terdiri atas 8.000 tentara patroli laut, 20.000 di daratan, ditambah pasukan siaga 24.000 bajak laut Lingga, dan 42.000 bajak laut Tanjungpinang, Bintan, dan sekitarnya.

Selebihnya, para bajak laut itu mengawal seluruh perairan Kepulauan Karimun, Batam, Singapura, Johor, Pahang, Pulau Tujuh (Tambelan, Anambas, dan Natuna sekarang) sampai sepanjang Selat Melaka dan perairan Kalimantan.

Kearifan Sultan dan kesetiaan bajak laut kita pada masa lalu telah terbukti sanggup mempermalukan dan menghancurkan sesiapa pun yang datang sebagai lawan.

"Itulah semangat patriotisme pejuang maritim kita yang tak terlupakan. Mereka sesungguhnya memang para johan," katanya.

Halaman : 1