Kisruh Lahan Megamendung, Refly Harun : Lahan Tidak Bisa Dirampas Begitu Saja

SHARE

Habib Rizieq Shihab pemilik Pondok Pesantren Markaz Syariah Agrokultur di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (istimewa)


CARAPANDANG.Com  - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun turut mengomentari kisruh antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan pengelola Pondok Pesantren Markaz Syariah Agrokultur di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang saling klaim kepemilikan lahan dimana pondok pesantren tersebut berdiri.

Mengutip CNNIndonesia, Refly menilai lahan tidak bisa dirampas begitu saja oleh PTPN VIII, jika proses peralihan tanah sudah dilakukan secara legal dan memenuhi tahapan birokrasi yang melibatkan pejabat setempat.

Kendati demikian, menurut dia, pengakuan atas tanah itu pun harus berbekal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Yang harus mengganti rugi kalau itu memang tanah mereka (PTPN VIII) adalah pihak yang menjual kepada HRS/pesantren HRS. Jadi, bukan HRS/tanahnya diklaim dirampas kembali, tetapi ganti rugi ditujukan kepada pihak-pihak yang menjual tanah tersebut," terang Refly sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com dari kanal YouTube-nya, Selasa (29/12).

"Tapi, sekali lagi harus berbekal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," imbuhnya.

Refly menilai PTPN VIII bisa kehilangan hak atas tanah jika terbukti menelantarkan lahan selama 25 tahun. Jika memang demikian, akhirnya tuduhan tersebut akan berbalik ke “wajah” PTPN VIII karena tidak menjalankan kewajiban untuk mengusahakan lahan sebagaimana izin hak guna usaha (HGU) yang diberikan.

"Makanya kata Maiyasyak Johan (penulis artikel yang menjadi ulasan konten), PTPN VIII bisa dituduh balik sebagai pihak yang menelantarkan tanah dan tidak melaksanakan kewajibannya atas tanah untuk mengupayakan dan mengusahakan tanah tersebut sesuai dengan izin HGU yang diberikan," ucap Refly.

Ia pun meminta agar penyelesaian kisruh lahan ini diselesaikan melalui mekanisme hukum tanpa menyisipkan agenda politik.

"Kalau secara politik tidak akan ada yang berani melawan tanah negara kalau negara kita muncul sebagai otoritarianis apalagi FPI pihak yang disasar," pungkas Reflyl.

Masih mengutip CNNIndonesia, PTPN VIII diketahui telah mengirimkan surat somasi kepada pihak pesantren agar dalam waktu tujuh hari bisa mengosongkan lahan. PTPN VIII menilai pesantren tersebut berada di atas tanah miliknya. Jika somasi tidak diindahkan, PTPN VIII akan membawa ke jalur hukum.

Namun, Tim Hukum Advokasi Pondok Pesantren Markaz Syariah milik Rizieq menyatakan somasi itu tidak tepat sasaran.

"Somasi Saudara adalah error in persona karena seharusnya Pihak PTPN VIII mengajukan complain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada Pihak Pesantren atau HRS [Habib Rizieq Shihab]," kata tim hukum.

"Karena Pihak Pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai Kepala Desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya," demikian jawab tim advokasi.