Kotak Pandora Mulai Dibuka Kembali Seiring Munculnya Wacana Pemilu 2024 Diundur

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Kotak pandora mulai dibuka kembali ketika muncul wacana Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diundur yang bakal berujung pada amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) berencana menambah pasal mengenai kewenangan lembaga tinggi negara ini menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Apakah wacana memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden sekadar test the water (cek ombak) setelah wacana masa jabatan presiden dan wakil presiden tiga periode gagal total karena tidak ada lampu hijau (green light) dari publik?

Masalahnya, kali ini yang mewacanakan penundaan Pemilu 2024 sekaligus memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah orang dalam Kabinet Indonesia Maju.

Bahkan, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyatakan bahwa Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia punya alasan kuat hingga mengungkapkan keinginan pelaku usaha agar Pemilu 2024 diundur dan memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo. (Sumber: ANTARA, Selasa, 11 Januari 2022).

Moeldoko menegaskan bahwa sikap Presiden Jokowi tetap dua kali masa jabatan, sebagaimana ketentuan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. Pasal ini menyebutkan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Sebelumnya, Bahlil dalam acara rilis temuan survei Indikator Politik Indonesia pada hari Senin (10/1) menyebut para pelaku usaha di Indonesia ingin agar Pemilu 2024 diundur karena situasi dunia usaha mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19 dalam dua tahun terakhir.

Dalam pernyataannya, Bahlil mengungkap langkah memajukan atau memundurkan pelaksanaan Pemilu 2024 bukan hal yang haram dalam sejarah perjalanan Indonesia. Hal ini pernah terjadi pada Orde Lama dan peralihan Orde Baru ke Reformasi.

Apakah alasan Bahlil mampu memperbesar, memperluas, bahkan menjadi wacana hingga publik makin terpengaruh bahwa langkah itu memang menjadi sesuatu yang sangat perlu?

Ditambah lagi, perubahan terhadap Undang-Undang Dasar ini sudah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 37 ayat (1) sampai ayat (4) sebagai berikut.

Ayat (1) Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Ayat (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

Ayat (3) Untuk mengubah pasal-pasal UUD, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.

Ayat (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

Dengan demikian, bergantung pada wakil rakyat di Senayan apakah akan melakukan amendemen untuk kali kelima atau tidak?

Sebelumnya, kali pertama melakukan amendemen terhadap UUD NRI Tahun 1945 melalui Sidang Umum MPR RI pada tanggal 14—21 Oktober 1999.

Selanjutnya amendemen kedua sampai keempat UUD 1945 melalui Sidang Tahunan MPR RI, yakni amendemen kedua pada tanggal 7—18 Agustus 2000, amendemen ketiga pada tanggal 1—9 November 2001, dan amendemen keempat pada tanggal 1—11 Agustus 2002.

Halaman : 1