Kuatnya Kinerja Industri Pengolahan

SHARE

istimewa


CARAPANDANG - Perekonomian dunia masih belum menentu dan tetap mengalami pelambatan. Perang di benua biru, Eropa, dan Timur Tengah jadi penyebab ketidakpastian itu sehingga upaya pemulihan ekonomi dunia jadi terhambat.

Namun, di tengah kondisi perekonomian dunia seperti itu, Bank Indonesia memberikan laporan yang menggembirakan berkaitan dengan kinerja manufaktur Indonesia. Menurut siaran pers Bank Indonesia yang dirilis Jumat (13/10/2023), Bank Sentral dalam laporannya mengungkapkan bahwa kinerja industri pengolahan pada kuartal ketiga tahun ini naik tipis dibandingkan kuartal sebelumnya. 

Dari laporan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) pada periode Juli--September 2023 tercatat mencapai 52,93 persen atau lebih tinggi dari 52,39 persen pada kuartal II--2023.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, peningkatan kinerja manufaktur pada periode Juli 2023 hingga September 2023 didorong oleh peningkatan volume produksi dan volume persediaan barang jadi. 

Dari segmen volume produksi, Bank Indonesia menjelaskan, PMI-BI di kuartal ketiga 2023 mencatat indeks sebesar 56,30 persen atau lebih tinggi dari 55,16 persen pada kuartal kedua 2023.

“Volume produksi meningkat pada sebagian besar sublapangan usaha, tertinggi terjadi pada industri logam dasar, diikuti industri barang galian bukan logam dan industri alat angkutan,” ujar Erwin.

Kemudian indeks volume persediaan barang jadi tercatat sebesar 53,88 persen atau meningkat dari 53,10 persen pada kuartal sebelumnya. 

Peningkatan ini didorong oleh peningkatan beberapa sublapangan usaha, dengan peningkatan tertinggi pada sublapangan usaha industri alat angkutan, industri barang galian bukan logam, serta industri mesin dan perlengkapan.

Laporan itu juga mengungkapkan peningkatan indeks pada penggunaan tenaga kerja. Indeksnya naik dari 48,02 persen menjadi 49,34 persen pada kuartal III-2023. 

Kendati demikian, indeks penggunaan tenaga kerja masih berada pada fase menurun atau indeks berada di bawah 50 persen, atau mengalami kontraksi. Melansir data riset BI, tercatat indeks komponen PMI-BI lainnya menurun.

Seperti volume total pesanan barang input yang tercatat turun tipis dari 54,37 persen menjadi 54,15 persen pada kuartal ketiga 2023.  Komponen kecepatan penerimaan barang pesanan input juga turun menjadi 49,00 persen pada kuartal ketiga 2023. 

Hal tersebut disebabkan oleh penurunan pada beberapa sublapangan usaha, dengan terdalam terjadi pada industri furnitur, industri pengolahan tembakau, serta industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik.

Bagaimana prediksi untuk kinerja di triwulan IV-2023? PMI-BI memprediksi kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan tetap kuat dengan di kisaran indeks 52,25 persen dan masih berada pada fase ekspansi.

Berdasarkan komponen pembentuknya, mayoritas komponen diperkirakan berada pada fase ekspansi dengan indeks tertinggi pada komponen volume produksi, diikuti volume persediaan barang jadi dan volume total pesanan.

Mayoritas sublapangan usaha juga diperkirakan berada pada fase ekspansi, dengan indeks tertinggi pada industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, diikuti industri alat angkutan dan industri barang galian bukan logam.

Tren seperti dilaporkan PMI-BI itu sejalan dengan laporan dari Kementerian Perindustrian. Pada periode September 2023, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) masih menunjukkan nilai ekspansi di level 52,51.

“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2023 mencapai 52,51, tetap ekspansi meskipun melambat 0,71 poin dibandingkan Agustus 2023,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif belum lama ini.

Menurut Febri, penurunan nilai IKI ini dikarenakan adanya peningkatan persediaan produk pada hampir seluruh subsektor manufaktur. Kondisi tersebut menunjukkan produksi pada September ini belum banyak terserap di pasar baik ekspor maupun dalam negeri.

Namun, Febri tetap optimis pelaku usaha di sektor industri tetap akan bergairah. Pasalnya, pemerintah telah memutuskan pembangunan ibu kota negara (IKN) terus dikerjakan. “Berlanjutnya Pembangunan IKN jelas menjadi salah satu penggerak ekonomi Indonesia khususnya industri manufaktur, salah satunya industri semen,” ujarnya.

Terlepas dari semua itu, laporan PMI-BI yang dirilis Bank Indonesia maupun Kementerian Perindustrian tentu memberikan optimisme bagi pelaku usaha untuk terus menggenjot kinerja industri manufakturnya dengan optimal hingga akhir tahun.

Namun demikian, sejumlah indikator dari perekonomian dunia harus juga membuat pelaku usaha waspada bahwa ekonomi dunia juga dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Prospek global jangka pendek berupa naiknya eskalasi baik di Benua Eropa dan Timur Tengah patut tetap menjadi perhatian selain beberapa faktor lainnya, seperti masih terjadinya perlambatan di Tiongkok, serta potensi kenaikan harga minyak dunia.

Harapannya, gonjang-ganjing di sejumlah belahan dunia tak menurunkan kinerja industri manufaktur nasional. Pelaku usaha tetap berlari kencang menopang pertumbuhan ekonomi nasional. dilansir indonesia.go.id