Kejagung Periksa Empat Saksi Kasus Korupsi Asabri

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Senin.

"Empat saksi diperiksa hari ini terkait kasus Asabri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Senin.

Empat saksi yang diperiksa adalah TY selaku Kabid Pengelolaan Saham Asabri periode Januari 2012-Maret 2017, IS selaku Staf Investasi Asabri periode 2010-Maret 2017 atau Kabid Pengelolaan Saham Asabri periode April 2017-Oktober 2017, dan Kabid Transaksi Ekuitas Asabri periode Oktober 2017 hingga sekarang.

Kemudian saksi IK selaku Plt Kadiv Investasi Asabri periode Februari 2017-Mei 2017, dan GP selaku Kadiv Investasi Asabri periode Juni 2017-Juli 2018.

Leonard menuturkan para saksi tersebut diperiksa untuk mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di PT Asabri.

Sebelumnya, Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Spindik) perkara dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero) periode tahun 2012-2019.

Surat Perintah Penyidikan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan Febrie Adriansyah atas nama Jampidsus. Sprindik Nomor: Print-01/F.2/Fd.2/01/2021 tertanggal 14 Januari 2021 tersebut memerintahkan beberapa orang jaksa penyidik untuk melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi di manajemen PT Asabri.

Dalam kasus ini diketahui selama tahun 2012 hingga 2019, PT Asabri telah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi Asabri dalam investasi pembelian saham sebesar Rp10 triliun melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana pada produk reksadana sebesar Rp13 triliun melalui beberapa perusahaan manajemen investasi (MI) dengan cara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.