Mahfud MD: Penegakan HAM Sudah Dilakukan Negara sejak Indonesia Merdeka

SHARE

 Menko Polhukam RI Mahfud MD


CARAPANDANG - Negara memiliki komitmen yang sangat kuat dalam menegakan pemenuhan perlindungan HAM untuk seluruh warga terutama pada bidang sipil dan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian lingkungan hidup.

Demikian diungkapkan oleh Menko Polhukam RI Mahfud MD  saat menyampaikan kata sambuat padaacara yang digelar oleh Kemitraan dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Kamis (27/1).

Maka itu, Mahfud meminta kepada semua pihak agar tidak meragukan upaya yang sudah dilakukan oleh negara.  Dia menegasakan bahwa komitmen tersebut sudah dijalankan sejak Indonesia merdeka. 

"Justru kita memproklamasikan kemerdekaan dan mendirikan negara tidak lain untuk melindungi dan memajukan HAM yang pada waktu itu sedang terinjak-injak oleh kolonialisme," tegasnya. 

Mahfud menjelaskan tujuan tersebut ada dalam Alinea 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Alinea 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. 

Kemudian, komitmen itu berlanjut pada Reformasi 1998 setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Pemerintah bersama DPR saat itu mengesahkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebut Mahfud. "Itu untuk menegaskan bahwa kita sungguh-sungguh ingin memajukan perlindungan HAM," kata Menko Polhukam RI.

Regulasi lainnya yang mendukung penegakan HAM, antara lain Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Di samping itu, MPR RI pada awal Reformasi juga mengamendemen beberapa pasal dalam UUD 1945 agar mengadopsi prinsip-prinsip HAM sebagaimana ditetapkan oleh PBB lewat Deklarasi Universal HAM. "Sehingga, Pasal 28 UUD 1945 yang semula sangat pendek dan sering ditafsirkan (sebatas) perlindungan terhadap warga negara (telah) diperluas dengan mengadopsi hampir semua materi penting tentang HAM yang dikeluarkan oleh PBB," imbuhnya.

Hasil dari amendemen itu, Pasal 28 mengalami penambahan poin A sampai J, yang di antaranya menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, dan hak atas kesejahteraan.

Tidak hanya Pasal 28, MPR RI saat itu juga mengubah isi Pasal 26 sampai Pasal 34 demi menjamin pemenuhan hak mendasar seluruh warga negara, ucap dia.

Kemudian, pemerintah juga telah meratifikasi 8 dari 9 instrumen HAM pokok internasional. "Sekarang tinggal 1, kami sudah mempersiapkan ratifikasi dalam sebuah rancangan undang-undang (RUU) atas Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa," tuturnya.

Ia menambahkan pemerintah juga berencana menghidupkan kembali RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Pemerintah dan DPR pada 2004 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tetapi UU itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006.

"Tidak mudah (mengesahkan UU KKR) karena masalah pelanggaran HAM itu di samping rumit pembuktiannya, juga ada masalah politis yang menyertai. Tapi, kita harus usahakan," tegasnya.