Mempertahankan Kinerja Industri yang Solid dan Kokoh

SHARE

istimewa


CARAPANDANG - Industri pengolahan nonmigas masih konsisten memberikan kontribusi yang dominan terhadap capaian nilai ekspor nasional. Bahkan, tahun lalu, sektor itu masih berkontribusi 72,24 persen terhadap total nilai ekspor nasional atau setara dengan USD186,98 miliar.

Kontribusi yang besar itu tentu patut disyukuri di tengah-tengah kondisi perekonomian dunia yang kini masih tak bersahabat. Artinya, industri manufaktur Indonesia telah menjadi penyangga yang solid bagi tetap kokohnya ekonomi nasional.

Sub sektor itu diprediksi tetap jadi penyangga ekonomi nasional tahun ini. Pemerintah telah menetapkan target perolehan devisa sub sektor itu dengan nilai USD193,4 miliar.

Andalan pencapaian ekspor industri manufaktur berasal  antara lain industri logam dasar, industri makanan, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri kendaraan bermotor, trailer dan semitrailer, industri komputer, barang elektronik, dan optik, serta industri kertas dan barang dari kertas.

Menanggapi tetap solid industri manufaktur, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan industri nasional, terutama manufaktur tetap jadi andalan perekonomian nasional. Oleh karena itu, subsektor itu harus tetap solid dan kuat, bahkan pasar ekspor yang semakin meluas dan kokoh.

“Harapannya, produk manufaktur terus berdaya saing sehingga diakui dunia,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Menperin menegaskan, realisasi ekspor industri manufaktur selama Januari--Desember 2023 tersebut melampaui target yang ditetapkan, yang sebelumnya diproyeksi sekitar USD186,40 miliar. “Untuk tahun 2024, kami menargetkan USD193,4 miliar. Kami optimistis bisa tercapai,” ungkapnya.

Menperin menyebutkan, beberapa sektor yang menjadi penyumbang paling besar terhadap capaian nilai ekspor industri manufaktur nasional, antara lain industri logam dasar, industri makanan, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri kendaraan bermotor, trailer dan semitrailer, industri komputer, barang elektronik, dan optik, serta industri kertas dan barang dari kertas.

“Kinerja ekspor yang melaju ini tentunya berperan besar terhadap pembentukan neraca perdagangan industri manufaktur menjadi surplus sebesar USD17,39 miliar. Ini artinya melanjutkan capaian surplus pada 2022 lalu,” tuturnya.

Menurut Agus, tren positif ini mengukuhkan industri manufaktur nasional sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah benar-benar fokus dan memberikan perhatian lebih untuk membangkitkan kembali performa industri manufaktur.

“Semua stakeholder (pemangku kepentingan) diharapkan saling memperkuat sinergi terkait dalam melaksanakan berbagai kebijakan strategis,” ujarnya berharap.

Kinerja industri manufaktur yang cukup menjanjikan itu juga tergambarkan dari laporan Bank Indonesia. Menurut laporan Prompt Manufacture Index Bank Indonesia (PMI BI), kinerja lapangan usaha pada triwulan IV-2023 tetap kuat dan masih berada pada fase ekspansi (indeks >50 persen).

“Hal tersebut tecermin dari PMI-BI triwulan IV-2023 sebesar 51,20 persen, meski lebih rendah dari 52,93 persen pada triwulan sebelumnya,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono.

Sejumlah indikator yang mendukung itu juga tergambarkan dari komponen pembentuk PMI-BI, yakni volume persediaan barang jadi meningkat. Sementara itu, dari sisi volume produksi dan total pesanan masih berada dalam fase ekspansi. Berdasarkan Sublapangan Usaha (sub-LU), mayoritas sub-LU masih berada pada fase ekspansi.

Kinerja yang baik dan ekspansi itu terjadi terhadap industri alat angkutan, diikuti oleh industri mesin dan perlengkapan serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki.

Berdasarkan data-data mendukung di atas, wajar bila laporan Safeguard Global, sebuah lembaga yang bergerak dan menganalisa Perusahaan industri dunia dan berkedudukan di Austin Texas, AS, menilai industri manufaktur Indonesia cukup bertaji di kancah global,

Laporan itu juga menambahkan Indonesia masuk 10 besar penyumbang produk manufaktur dunia, yang sekaligus satu-satunya negara ASEAN di dalam daftar tersebut.

“Indonesia juga berkontribusi sebesar 1,4 persen kepada produk manufaktur global. Posisi prestisius ini merupakan kenaikan yang berarti, karena pada empat tahun yang lalu, Indonesia masih berada di posisi 16,” tulis laporan tersebut.

Bagaimana potret pasar industri pengolahan nasional? Mengutip data BPS, sepanjang Januari--Desember 2023, pangsa pasar ekspor industri pengolahan Indonesia masih terkonsentrasi di negara Tiongkok dengan share 23,60 persen, disusul Amerika Serikat (12,25 persen), dan India (6,33 persen).

Dari gambaran di atas, semua pemangku kepentingan di sektor itu termasuk pemerintah perlu ekstra keras bagaimana subsektor industri itu bisa tetap ekspansi serta semakin luas pasarnya.

Tentu tidak ringan untuk menjalaninya, apalagi tahun 2024 diprediksi aktivitas ekonomi global masih menghadapi risiko dan ketidakpastian. Itu juga tecermin pada proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga internasional yang juga diikuti oleh moderasi harga komoditas. Hal ini secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas perdagangan Indonesia pada Tahun Naga Kayu.

Menperin Agus Gumiwang pun menjelaskan strategi yang akan diambil pemerintah. Menurutnya, pemerintah akan terus memantau dampak dari kondisi global terhadap ekspor nasional.

Tidak itu saja, pemerintah juga perlu menyiapkan langkah-langkah yang antisipatif melalui keberlanjutan kebijakan strategis seperti hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk manufaktur.

“Kami juga akan terus memperkuat produk yang berorientasi ekspor, serta melakukan diversifikasi negara mitra dagang utama atau membidik negara nontradisional sebagai tujuan pasar ekspor,” paparnya. dilansir indonesia.go.id