Menko Airlangga: Kesadaran Terhadap Dampak Negatif Perubahan Iklim Harus Terus Terjaga

SHARE

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto


CARAPANDANG -  Kesadaran terhadap dampak negatif perubahan iklim harus terus terjaga agar target pada Perjanjian Paris dapat tercapai dan tidak mempengaruhi PDB.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Green Economy Indonesia Summit 2022 : "The Future Economy of Indonesia" yang disaksikan secara daring di Jakarta, Rabu (11/5). 

“Kita komitmen untuk menurunkan 29 persen di tahun 2030 sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional,” kata Airlangga. 

Menurutnya jika target net zero emission tercapai, PDB dunia akan turun sebesar 10 persen dimana Asia Tenggara merupakan salah satu daerah ataupun regional yang beresiko tinggi.

Selain itu berdasarkan climate economic index juga menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat rentan, terutama ketika memasuki musim kemarau. Pemerintah pun khususnya melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah bersiap menghadapi kebakaran hutan.

Upaya untuk mewujudkan green economy juga didorong melalui G20 dengan membahas pembiayaan berkelanjutan untuk sumber pembiayaan yang berbasis pada pembangunan multilateral. Indonesia bersama Asian Development tengah membahas skenario pembangunan energi berbasis rendah karbon yang menghasilkan dari segi ekonomi.

“Termasuk pilot project terkait kegiatan mengurangi emisi yang ditargetkan di tahun 2060. Diharapkan prototyping daripada PLTU bisa di finance dan ini sedang dibahas skenarionya dengan Asian Development Bank,” imbuhnya. 

Dia lebih lanjut mengatakan bahwa potensi energi baru cukup besar yaitu 442 giga watt untuk pembangkit listrik. Kendati demikian energi terbarukan masih mempunyai tantangan dari segi teknologi seperti membangun hydro power yang hanya bisa dibangun di Kalimantan Utara dan Memberamo Papua saja. Namun permintaan tertinggi berasal dari Pulau Jawa.

Selanjutnya pemerintah juga terus mendorong mekanisme transisi energi berupa perpajakan yang merupakan cap and trade dan cap and tax.

“Jadi perusahaan yang sudah komitmen untuk menghemat energi apabila dia lebih besar dari komitmen makan dia diberikan pajak yang akan diberlakukan untuk PLTU di tahun ini dan inilah yang sedang kita dorong,” tutur dia.

Di sektor transportasi, pemerintah juga berkomitmen untuk terus mendorong program mandatori  biodisel dan penurunan energi yang setara dengan 23,3 juta ton CO2 ekuivalen yang diharapkan dapat mendorong sektor industri berbasis mobil listrik.

Pemerintah juga tengah mencoba menurunkan biaya dari carbon capture dan storage melalui teknologi yang sama dengan injeksi amonia berupa kombinasi antara batu bara dan amonia. Sehingga biaya yang dibutuhkan menjadi 25 dolar AS per ton dari yang sebelumnya 100 dolar AS per ton.

Tak hanya itu, Presiden juga telah mengesahkan peraturan tentang nilai ekonomi karbon yang bertujuan untuk mendorong terciptanya industri-industri berbasis karbon netral.

“Industri hijau menjadi tujuan utama di masa transisi energi dan tentunya ini pada akhirnya akan memberikan nilai tambah kepada ekonomi itu sendiri. Selain itu juga dapat menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi,” katanya.