Pertumbuhan Ekonomi Berlanjut Efek Laju Inflasi Terjaga

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Tahun lalu, dunia dihadapkan kondisi ekonomi yang suram. Harapan agar perekonomian global tahun ini lebih baik ternyata hanya menggantang asap. Pasalnya, perekonomian global diproyeksi tetap melambat.

Proyeksi Bank Dunia soal pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan melambat dari sebelumnya 3 persen pada 2022 menjadi hanya 2,5 persen pada 2023 dan kembali melemah menjadi 2,4 persen pada 2024. Tapi di tengah suramnya perekonomian dunia, perekonomian Indonesia diproyeksikan akan tetap solid pada 2024.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi di atas 5 persen, serta didukung inflasi yang tetap terkendali. Sebagai informasi, pencapaian inflasi Indonesia di 2023 tercatat sebesar 2,61 persen (yoy). Pencapaian itu masih dinilai terjaga stabil dalam rentang sasaran target 3±1 persen. Bahkan, angka tersebut jauh lebih rendah dari capaian 2022 sebesar 5,51 persen (yoy) dan menjadi yang terendah dalam dua dekade terakhir.

Tidak itu saja, capaian inflasi Indonesia juga disebut menjadi salah satu yang terendah, di antara negara-negara G20 lainnya. Misalnya, Argentina (211 persen yoy), Turki (64,77 persen yoy), Rusia (7,40 persen yoy), India (5,69 persen yoy), Afrika Selatan (5,10 persen yoy), Inggris (4,00 persen yoy), dan Amerika Serikat (3,40 persen yoy).

Berkaitan dengan pencapaian itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun sangat mengapresiasi seluruh anggota Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Mendagri, dan pimpinan kementerian dan lembaga terkait. “Pencapaian tersebut juga didukung oleh mayoritas inflasi gabungan kota IHK (Indeks Harga Konsumen,red) provinsi yang masuk dalam kisaran sasaran. Kami mengapresiasi terhadap koordinasi dan sinergi kuat sehingga kita berhasil mengembalikan inflasi Indonesia pada kisaran sasaran,” ujarnya dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) 2024, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (29/1/2024).

Selain Airlangga Hartarto, hadir pula di pertemuan itu antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Airlangga menilai, untuk Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) masih terkendali. Di sisi lain, sepanjang tahun lalu inflasi volatile food (VF) masih cukup tinggi.

Kondisi itu juga diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Inflasi harga pangan bergejolak (volatile food), tambahnya, menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya pengendalian inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat. “Kami terus memfokuskan karena pangan bergejolak,” ujar Menkeu saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Gejolak tersebut, ujar Menkeu, selain berkontribusi signifikan terhadap inflasi inti, juga langsung mempengaruhi daya beli masyarakat. Langkah pemerintah menyikapi situasi itu, Kemenkeu akan merumuskan langkah APBN sebagai shock absorber dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, terutama pada saat momentum perekonomian global melemah.

“Benar, kita harus melindungi dari sisi domestik," tambah Menkeu Sri Mulyani.

Salah satu instrumen untuk menekan laju inflasi adalah mendistribusikan bantuan sosial (bansos). Dalam konteks itu, dana yang disediakan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kepentingan bantuan sosial (bansos) mencapai Rp496 triliun tahun ini. Naik Rp20 triliun, dari alokasi bansos di APBN 2023 sebesar Rp476 triliun.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan Kartu Sembako untuk 18,7 juta KPM. Menkeu mengatakan peningkatan anggaran bansos senilai Rp20 triliun itu telah dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan disetujui menjadi Undang-Undang (UU) APBN.

Meski begitu, Sri Mulyani menggarisbawahi intervensi APBN dalam mengendalikan harga pangan bergejolak tidak hanya melalui program bansos. Intervensi juga dilakukan melalui anggaran ketahanan pangan, yang tercatat sebesar Rp104,2 triliun pada tahun lalu dan Rp114,3 triliun pada tahun ini.

Anggaran itu digunakan untuk meningkatkan produksi, kesejahteraan petani, membangun infrastruktur pertanian, mengembangkan sentra-sentra produksi, hingga menguatkan cadangan pangan nasional. “Jadi, pengendalian harga pangan bergejolak itu tidak hanya bantuan pangan, banyak sekali dalam APBN,” kata Menkeu. dilansir indonesia.go.id

Halaman : 1