Presiden Rusia Akui Kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, Ukraina Terancam Kehilangan Dua Wilayah Itu

SHARE

Ilustrasi (Net)


CARAPANDANG - Konflik di wilayah perbatasan Ukraina-Rusia tak kunjung reda. Bahkan, saat ini Presiden Rusia, Vladimir Putin telah mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk.  Atas pengakuan kemerdekaan ini,  maka Ukraina bisa terancam kehilangan  dua wilayah tersebut. 

Jika kedua wilayah itu benar lepas dari Ukraina dan menjadi negara berdaulat, Donestk dan Luhansk bisa jadi wilayah kedua di bawah pengaruh Rusia, setelah Moskow mencaplok Crimea pada 2014 lalu. 

Beberapa bulan usai pencaplokan Crimea, kedua Wilayah di Ukraina Timur itu menggelar pemungutan suara untuk mendeklarasikan pemisahan wilayah dan mengajukan diri sebagai bagian dari Rusia.

Namun, menurut laporan CBS News, Moskow tak menerima tawaran itu, tapi memanfaatkan wilayah Donbas sebagai alat untuk menjaga Ukraina agar tetap di oribitnya dan mencegah Kiev bergabung dengan NATO.

Wilayah ini dikuasai kelompok separatis yang didukung Rusia. Mereka kerap bertempur dengan pasukan Ukraina.

Rusia dalam hal ini disebut-sebut turut terlibat dengan mengirim pasukan dan memasok senjata ke kelompok pemberontak. Namun, Moskow membantah. Mereka mengklaim setiap warga Rusia yang bertempur di area itu merupakan sukarelawan.

Usai kekalahan besar pasukan Ukraina, Kiev dan kelompok pemberontak menandatangani gencatan senjata di Minsk, Belarus pada September 2015.

Kesepakatan itu berisi penarikan semua pasukan asing, pertukaran tahanan dan sandera, amnesti bagi pemberontak, dan janji wilayah separatis bisa memiliki tingkat pemerintahan sendiri.

Namun, belum lama diterapkan kesepakatan itu dilanggar. Pertempuran skala besar pun terjadi pada Januari-Februari 2015. Dan Ukraina mengalami kekalahan dalam pertempuran ini. 

Prancis dan Jerman hadir menengahi agar kedua pihak kembali melakukan kesepakatan damai pada Februari 2015. Perjanjian ini ditandatangani Presiden Rusia, Ukraina, dan dua negara mediator itu.

Kesepakatan Minski menjadi kudeta diplomatik bagi Moskow yang mewajibkan Ukraina memberi status khusus kepada untuk wilayah kelompok separatis. Dengan demikian, mereka punya pasukan keamanan, jaksa dan hakim sendiri.

Meskipun perjanjian Minsk membantu mengakhiri pertempuran besar, tetapi situasi tetap tegang dan pertempuran biasa terus berlanjut.

Kesepakatan Minsk yang terhenti dan harapan Moskow untuk memanfaatkan wilayah separatis untuk mempengaruhi politik Ukraina juga telah gagal. Namun konflik yang membeku itu telah menguras sumber daya Kiev dan menghalangi tujuannya untuk bergabung dengan NATO.

Moskow terus berusaha mengamankan cengkeramannya di wilayah pemberontak dengan membagikan lebih dari 720 ribu paspor Rusia kepada penduduk di wilayah Ukraina timur itu.

Di tengah meningkatnya ketegangan atas penumpukan pasukan Rusia di dekat Ukraina, Prancis dan Jerman memulai upaya baru agar kedua pihak mematuhi kesepakatan 2015.

Menghadapi seruan dari Berlin dan Paris, para pejabat Ukraina mengkritik kesepakatan Minsk dan memperingatkan hal itu bisa menyebabkan kehancuran Kiev.

Dua putaran pembicaraan di Paris dan Berlin antara utusan dari Rusia, Ukraina, Prancis dan Jerman juga tak menuai hasil.

Pekan lalu, bahkan Majelis rendah parlemen Rusia, mendesak Putin mengakui kemerdekaan wilayah pemberontak Ukraina.

Selain itu, ketegangan yang terus meningkat membuat pemimpin kelompok separatis mendesak Putin mengakui kedaulatan wilayah mereka.
Kemudian, Putin menyatakan kemerdekaan Donestk dan Luhansk pada Senin (21/2). Pernyataan tersebut disiarkan di media pemerintah.

Dalam siaran itu, Putin juga terlihat menandatangani perjanjian timbal balik dengan para pemimpin pemberontak di Kremlin.

Pengakuan Putin secara otomatis menghancurkan perjanjian damai Minsk, yang selanjutnya akan memicu ketegangan dengan Barat.

Langkah tersebut menyusul beberapa hari penembakan yang meletus di sepanjang jalur kontak di Donetsk dan Luhansk.

Pekan lalu, para pemimpin separatis merilis pernyataan video yang mengumumkan evakuasi warga sipil karena ada "agresi" Ukraina.

CBS News melaporkan bahwa data yang disematkan dalam video menunjukan pernyataan mereka telah direkam dua hari sebelumnya saat situasi masih relatif tenang. Hal ini semakin menunjukkan skenario terencana demi memutuskan wilayah itu dari Ukraina.

Ukraina dan Barat menuduh Moskow menyulut ketegangan untuk menciptakan dalih invasi. Rusia malah menuduh Ukraina mencoba merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak dengan paksa.

Sumber: CNN Indonesia