Psikologi Timnas Palestina Terganggu Oleh Perang

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Para pemain Palestina mengaku perang yang terjadi di negaranya turut memberikan pengaruh terhadap performa mereka dalam mengarungi dua laga Grup I kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Dalam laga tandang melawan Lebanon di Stadion Khalid bin Mohammed, Uni Emirat Arab, pada 16 November, Palestina bermain imbang 1-1. Sedangkan saat melakoni partai kandang kontra Australia lima hari kemudian, Palestina dibekap 1-0 di Stadion Jaber Al-Ahmad International, Kuwait.

Para pemain ingin memberikan sesuatu yang bisa memberikan senyuman kepada masyarakat Palestina di dua laga itu. Tetapi di sisi lain, konsentrasi pemain terpecah bila mengingat situasi keluarga atau kerabat mereka yang berada di jalur Gaza maupun Tepi Barat.

Hal itu disampaikan Mohammed Rashid. Gelandang Bali United yang tampil di dua pertandingan ini mengatakan, persiapan pemain Palestina lebih sulit dari sisi psikologis.

“Kita semua tahu apa yang terjadi di sana, di Gaza dan Palestina khususnya. Sulit untuk tidak melihat gambar-gambar tersebut dan tidak memikirkan apa yang terjadi di sana. Persiapannya jauh lebih sulit secara emosional daripada fisik,” ujar Rashid dikutip laman NOS.

Dari dua pertandingan itu, federasi sepakbola Palestina tetap memasukkan tiga nama yang tinggal di Gaza dalam daftar pemain di bangku cadangan. Ketiga pemain tersebut tidak bisa bergabung dengan tim, karena tak berhasil keluar dari Gaza, sehingga skuad Palestina bisa dibilang seadanya.

Pelatih Makram Daboub situasi yang dihadapi tim besutannya memang tidak ideal. Para pemain yang berasal dari Tepi Barat, dan berkarir di luar negeri, juga selalu memantau keluarga dan kerabat mereka.

“Sebelum dan sesudah latihan, para pemain menggunakan ponsel (telepon seluler) mereka di hotel hampir 24 jam sehari untuk mengikuti semuanya,” kata pelatih asal Tunisia tersebut.

“Ini situasi yang sulit. Belum jelas apakah saya akan diizinkan kembali. Para pemain asal Palestina sendiri sudah lama jauh dari keluarga, sebuah tantangan yang sangat besar secara emosional.” dilansir goal.com