Setengah Hati Berantas Korupsi

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM - Oleh Amir Fiqi, Wartawan dan Pemerhati Sosial

Rasa keadilan di negeri ini kembali terluka setalah majelis hakim memvonis ringan terdakwa kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19, Juliari Batubara. Alasan majelis hakim meringankan hukuman bagi Eks Menteri Sosial itu  terkesan mengada-ada, karena terdakwa sudah cukup menderita mendapatkan “bullying” dari masyarakat berupa cacian dan penghinaan. Padahal Juliari belum dinyatakan bersalah secara hukum.

Sikap baik penegak hukum kepada para koruptor, sebelumnya juga pernah diberikan kepada Pinangki Sirna Malasari. Meski sudah terbukti melakukan tindak pidana dan pencucian uang, jaksa yang tersandung suap kasus Djoko Tjandra ini divonis empat tahun penjara. Padahal, sebelumnya Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara. Dan alasannya sama, yakni kasihan karena terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.

Jika alasan tersebut yang dipakai oleh majelis hakim, seharus Angelia Sondakh mendapatkan perlakuan hukum yang sama, sebab pada saat itu dia juga memiliki balita dan beban dia lebih berat sebagai single parent.

Tapi kenyataan jauh berbeda, tidak mendapat keringanan, malah hukuman Angelia Sondakh diperberat yang awalnya dihukum 4,5 tahun menjadi 10 tahun penjara.

Sanksi sosial

Kembali ke soal Juliari,  penilaian majelis hakim yang menganggap bahwa reaksi publik terhadap tindakan Juliari sebagai bullying merupakan pandangan yang mengada-ada.Mengutip apa yang disampaikan Direktur Riset Setara Institute Hilali Hasan bahwa bullying itu selalu melibatkan relasi kuasa superioritas, atau dominasi dari pelaku kepada korbannya. Dalam tindakan bullying, superioritas itu diekspresikan dalam tindakan verbal dan nonverbal yang merendahkan atau menyakiti, baik fisik maupun psikis.

Halaman : 1