Stop Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

SHARE

Ilustrasi (Net)


CARAPANDANG – Oleh: Detia Yahya, Pemerhati Pendidikan.

Pendidikan merupakan kunci utama mengubah kondisi suatu bangsa. Hadirnya pendidikan yang unggul dan merata dalam suatu bangsa akan membawa perubahan besar. Tidak hanya unggul dan merata, tapi  dalam proses mendidik institusi pendidikan  juga wajib memberikan rasa nyaman dan aman bagi seluruh peserta didiknya. Sehingga dalam proses mencerdaskan anak-anak bangsa itu akan  memberikan makna serta meninggalkan kesan yang menyenangkan saat anak-anak menimba ilmu disana.

Namun, sangat disayangkan  rasa nyaman dan aman tidak  bisa dirasakan oleh seluruh peserta didik. Masih banyak dari mereka mendapatkan perlakukan yang seharusnya mereka tidak dapatkan saat menimba ilmu. Kekerasaan masih dialami mereka, salah satunya adanya kekerasaan seksual.

Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk mendidik moral anak-anak justru menjadi tempat yang berbahaya karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah  berani melakukan tindakan melanggar hukum dan nilai-nilai agama/moral. Kekerasaan seksual tidak hanya terjadi di sekolah umum tapi juga di sekolah keagamaan, ini jelas telah mencoreng nama baik satuan pendidikan itu sendiri.

Berdasarkan temuan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),  sejak awal tahun hingga Mei 2023 ditemukan sebanyak 202 anak menjadi korban kekerasaan seksual di lingkungan sekolah yang di bawah Kemendikburistek dan Kementerian Agama (detik.com, 3 Juni 2023).   Dalam temuan tersebut pelaku kekerasan seksual dilakukan oleh guru (31,80%), pemilik dan atau pemimpin pondok pesantren (18,20%), kepala sekolah (13,63%), guru ngaji (13,63%), pengasuh asrama/pondok (4,5%), kepala madrasah (4,5%), penjaga sekolah (4,5%), lainnya (9%).

Dan sampai saat ini, kasus-kasus  kekerasaan seksual di institusi pendidikan  di Indonesia kerap mewarnai pemberitaan nasional. Ini menandakan  bahwa kasus kekerasaan seksual di lingkungan pendidikan masih menjadi ancaman yang sangat mengerikan bagi  para peserta didik.   Untuk itu, harus ada langkah nyata untuk mengatasinya.  

Kekerasaan seksual harus segera dihentikan untuk kebaikan pendidikan di Indonesia. Sebab, kekerasaan seksual pada anak merupakan bentuk pelanggaran moral dan hukum yang dapat melukai anak secara fisik, emosional maupun psikologis. Sekolah atau institusi apapun itu harus memutus mata rantai kejahatan ini.

Upaya pemerintah

Apapun jenis kekerasaan tidak boleh terjadi  di institusi pendidikan. Sebab, di sinilah peserta didik akan dicetak menjadi insan yang bermoral dan berilmu. Sehingga dalam proses menimba ilmu pengetahuan disana harus melalui proses yang arif/baik yang  terwujud dalam lingkungan sekolah yang nyaman dan aman.  

Maka itu, pemerintah melalui Kemendikbudristek berupaya serius  mencegah kekerasaan tidak terjadi di institusi pendidikan. Upaya tersebut diwujudkan dengan hadirnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasaan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25. Peraturan tersebut secara resmi diluncurkan pada 8 Agustus 2023 lalu.

Tujuan dari peraturan tersebut adalah untuk mengatasi dan mencegah kasus kekerasaan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intolerasnsi. Selain itu, bertujuan untuk membantu lembaga pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan, termasuk bentuk daring dan psikologis, sambil memberikan prioritas pada perspektif korban.

Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim menjelaskan, dalam peraturan tersebut juga menghilangkan keraguan dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, psikologis, kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Kepastian ini mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan memastikan tidak adanya kebijakan di dalam lembaga pendidikan yang berpotensi memicu kekerasan.

“Peraturan baru ini dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan yang berpotensi memicu kekerasan, baik dalam bentuk keputusan, surat edaran, catatan dinas, himbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain, dilarang,” kata Nadiem saat peluncuran Episode 25 Merdeka Belajar di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta, pada Selasa (08/08/2023).

Selain aspek-aspek tersebut, Permendikbudristek PPKSP menguraikan mekanisme pencegahan yang akan dilaksanakan oleh lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ini juga menetapkan pedoman pendekatan yang berpusat pada korban dalam penanganan kekerasan, dengan memberikan prioritas pada pemulihan mereka.

Satuan pendidikan juga diwajibkan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), sementara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus membentuk Satuan Tugas (Satgas). TPPK dan Satgas harus dibentuk dalam waktu 6 hingga 12 bulan setelah peraturan diundangkan untuk memastikan penanganan yang cepat terhadap kasus kekerasan di lembaga pendidikan. Jika ada laporan kekerasan, kedua tim ini harus menangani masalah tersebut dan memastikan pemulihan korban.

Cara Mencegahnya

Kekerasan seksual di lingkungan sekolah merupakan ancaman yang sangat mengerikan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Maka, kejahatan ini harus benar-benar diakhiri. 

Kekerasaan seksual, seperti apa yang disampaikan Mas Menteri merupakan salah satu tiga dosa  besar di dunia pendidikan. Sehinggga kekerasaan seksual harus mendapat penanganan serius karena tidak hanya menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, tetapi meninggalkan trauma mendalam yang tidak terlupakan sepanjang hayat.

Melansir dari laman Inspektorat Jenderal Kemdikbudristek, ada lima  upaya  yang dapat dilakukan satuan pendidikan untuk mewujudkan lingkungan bebas kejahatan seksual.

Pertama, menciptakan lingkungan yang aman. Lingkungan yang aman menjadi kunci bagi peserta didik untuk mendapatkan kenyamanan dalam belajar. Sebab, semua siswa merasa terlindungi dari setiap tindakan kekerasaan, termasuk kekerasaan seksual.  Jika terjadi pelecehan, pihak sekolah tidak menutupi kasus tersebut tetapi melindungi korbannya, memastikan keamanan korban, dan mengawal kasus tersebut untuk diselesaikan secara hukum.

Jika sekolah sudah bisa menciptakan lingkungan yang aman, maka kasus kekerasan seksual bisa dicegah. Tidak akan ada siswa yang menjadi korban kekerasan seksual.

Kedua, pembelajaran seksual (sex education). Pendidikan ini, secara umum memberikan pemahaman yang benar tentang pembelajaran seksual, agar peserta didik dapat memahami pentingnya menjaga diri dan mengenal batasan-batasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis atau orang lain.

Sex education juga mengajarkan norma menjalani pergaulan yang sehat. Pelecehan bisa dihindari bila peserta didik juga memiliki etika dan adab dalam bergaul sesuai dengan norma dan ajaran agama.

Ketiga, meningkatkan keamanan lembaga pendidikan.  Sistem keamanan di lembaga pendidikan harus berjalan dengan baik. Pemasangan CCTV di berbagai sudut. Security, petugas piket, penjaga dan guru/dosen secara berkala berbagi tugas untuk menyisir setiap sudut dan tempat-tempat di area sekolah. Jadi apabila terjadi pelecehan terhadap siswi/mahasiswa dapat dicegah melalui CCTV bahkan bisa menjadi barang bukti yang kuat untuk dilanjutkan ke ranah hukum.

Keempat, seleksi guru/dosen yang ketat. Hal ini juga sangat perlu diperhatikan untuk mencegah kekerasaan seksual tidak terjadi di institusi pendidikan sejak awal. Pihak sekolah tidak hanya melihat dari kemampuan guru dalam mengajar, tapi juga harus dilihat apakah dia memiliki moral dan berakhlak mulia.  Bila hal-hal tersebut sudah dipenuhi, bisa mencegah kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru/dosen.

Kelima, sanksi berat terhadap pelaku pelecehan seksual. Lembaga pendidikan pastinya juga harus memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku kekerasan seksual. Bila guru atau dosen yang melakukan kekerasan seksual, maka tidak ada ampun. Lembaga pendidikan harus memberikan sanksi yang berat. Mulai dari melaporkan ke pihak yang berwajib hingga memecat secara tidak hormat.

Sebagai penutup, untuk memutus mata rantai kejahatan kekerasaan seksual ini harus dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya lembaga pendidikan, tapi juga harus ada kerjasama dari peserta didik dan orang tua. Keterlibatan pihak-pihak inilah yang akan mengungkap jika ada kekerasaan seksual di sekolah.   Pemerintah telah membuat regulasi yang jelas, tinggal bagaimana kita melaksanakan regulasi tersebut untuk menghadirkan pendidikan yang jauh  dari kekerasaan.