Survei: Sebagian Besar Masyarakat Setuju #2019GantiPresiden

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM –  Gerakan #2019GantiPresiden yang menjadi viral di media sosial terbukti telah membuah hasil. Terbilang gerakan ini belum genap satu bulan namun mampu mengubah persepsi publik untuk mengganti presiden pada 2019.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya hasil survei yang dilakukan oleh lemba Roda Tiga Konsultan (RTK) yang menyatakan bahwa masyarakat yang setuju adanya gerakan #2019GantiPresiden lebih besar dibanding yang tidak setuju dengan gerakan tersebut.

"Dari hasil survei, jumlah pemilih yang setuju gerakan ganti Presiden 2019 sebesar 38,3 persen, sedangkan yang tidak setuju 36,8 persen dan yang tidak menjawab sebesar 25 persen," ujar Direktur Riset Roda Tiga Konsultan Rikola Fedri dalam acara pemaparan hasil survei bertema "Isu-Isu Pemerintahan, Kinerja Presiden dan Gerakan Ganti Presiden 2019", di Jakarta, Kamis (24/5).

Maka itu, Fedri mengingatkan kepada Jokowi untuk bekerja lebih keras untuk mampu mempengaruhi persepsi publik. Pasalnya, peluang Jokowi kalah masih terbuka lebar.

“Untuk bisa unggul kembali Pak Jokowi harus mempu menyelesaikan permasalahan utama yang dialami bangsa ini,” ujarnya.

Fedli menjelaskan berdasarkan hasil survei, lima permasalahan utama yang dihadapi bangsa, yaitu permasalahan ekonomi, korupsi/KKN, sulit mencari lapangan kerja, harga sembako tinggi serta kesejahteraan masyarakat kecil serta termasuk ancaman keamanan (terorisme) yang menjadi perhatian belakangan ini.

Menanggapi hasil survey tersebut politikus PDI Perjuangan Eva Kusume Sundari mengatakan gerakan #2019GantiPresiden jika dikapitalisasikan bisa mengubah persepsi publik. Dan ini menjadi bahan kampaye untuk menyerang Jokowi.

Gerakan ini bisa mengubah persepsi publik tentang keberhasilan kerja yang sudah dilakukan Presiden selama ini.

"Ini pada akhirnya bagian dari membentuk persepsi. Pak Jokowi banyak kerja tapi kurang dikabarkan, sehingga yang menang adalah persepsi yang dibangun," katanya.

Eva mengatakan, isu itu memang bukan sebuah pelanggaran dalam era demokrasi seperti sekarang ini, namun dari sisi etika isu semacam itu patut dipertanyakan. Eva mengatakan isu itu kencang tersiar di media sosial, hal tersebut menunjukkan bahwa pengguna isu tersebut adalah orang-orang yang melek internet.