Wujudkan Netralitas PNS Demi Masa Depan Demokrasi Lebih Baik

SHARE

Ilustrasi (Net)


Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia, Zudan Arif Fakrulloh, menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan PNS menjadi tidak netral dalam Pilkada, yaitu faktor eksternal dan internal.

Ia mengatakan, faktor eksternal berkaitan dengan sistem politik yang memungkinkan petahana maju kembali dalam pilkada. "Kalau petahana gubernur/bupati dan wakilnya maju satu paket tidak ada pergolakan bagi PNS. Apalagi kalau menang. PNS-nya nyaman. Tetapi jika wakilnya maju, gubernur/bupati petahana maju, birokrasi bisa terbelah," katanya dikutip dalam keterangan persnya, Jumat (20/11/2020).

Sementara untuk faktor internal yang membuat PNS tak netral juga cukup banyak. Ia menegaskan bahwa setiap PNS harus tetap profesional. "Misalnya, calon kepala daerah sangat akrab dengan sekda. Anak buah sekda tidak enak kalau tidak mendukung. Ini mendukung karena kedekatan, karena utang budi. Ini faktor internal yang harus bisa kita antisipasi agar tidak terjebak dalam sikap tidak netral," ujarnya.

Masih banyak faktor penyebab, PNS tidak netral. Di antaranya karena tekanan struktural, kekhawatiran mutasi jabatan atau mandeknya karir, tukar jasa, hubungan kekerabatan, kepentingan paragmatis, dan kultur feodal. Ada balas budi tapi juga bisa menjadi balas dendam setelah usai Pilkada.

Meski demikian, netralitas PNS harus terus terus diupayakan karena, sekali lagi, PNS sebagai aparatur birokrasi pemerintah yang netral akan memperkokoh perannya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. [*]

*Oleh:  Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, pengamat kebijakan publik, fungsionaris Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Semarang dan pengajar tidak tetap STIE Semarang serta STIE BPD Jawa Tengah. Artikel ini juga pernah tayang di ANTARA dengan judul "Pentingnya PNS Bersikap Netral Dalam Pemilu". 

Halaman : 1