Ahli Epidemiolog Sebut Banyaknya Kematian Bukti 3T Belum Memadai

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menegaskan bahwa banyaknya kasus kematian merupakan bukti dari kegiatan 3T (testing, tracing dan treatment) yang belum memadai.

“Angka kematian adalah penanda keparahan dari suatu wabah atau pandemi. Semakin banyak kematian berarti wabah itu parah, ini satu hal yang mendasar. Kedua, kematian itu adalah indikator dari terlambatnya penanganan dari situasi wabah,” kata Dick di Jakarta, Senin.

Dicky menuturkan apabila terjadi kematian pada seseorang pada awal bulan Februari, orang tersebut memiliki kemungkinan sudah terpapar COVID-19 dari tiga sampai empat pekan yang lalu, sejak kasus itu terjadi.

Artinya, bila dalam lamanya masa itu orang tersebut tidak dapat dideteksi lebih awal ataupun mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan dan meninggal dunia, memperlihatkan adanya keterlambatan dari sistem tes dan pelacakan yang dijalankan sebuah negara.

“Satu kasus kematian itu harus menjadi pelajaran penting dan berharga untuk dicari tahu di mana lengah dan lemahnya untuk diperbaiki. Satu kematian sudah sangat berarti, menjadi suatu tamparan dalam tanda kutip terhadap program pengendalian pandemi negara,” tegasnya.

Selama masa keterlambatan itu, negara menciptakan peluang dimana orang lain bisa terinfeksi, mengalami kerusakan organ karena menjadi sarang dari virus atau melahirkan mutasi varian baru yang lebih berbahaya, bahkan menyebabkan kematian bagi lansia, penderita komorbid, termasuk anak-anak.

Selain tes dan pelacakan, sistem pelaporan kasus kematian juga dapat menjadi indikator dari gagal atau tidaknya negara menangani sebuah pandemi. Sebagai contoh, di Amerika telah ditemukan sebanyak 7.000 kasus.

Halaman : 1