Ahli Epidemiolog Sebut Banyaknya Kematian Bukti 3T Belum Memadai

SHARE

istimewa


Hal itu menunjukkan sistem pelacakan dan pelaporan dapat berjalan baik, karena banyak kasus ditemukan sejak awal infeksi terjadi. Berbeda dengan Indonesia yang masih melaporkan kasus kematian mencapai 44 hingga 50 kasus per harinya.

“Saya sampaikan Indonesia salah satu negara yang dari sistem pelaporan kematiannya belum memadai, sebelum pandemi saja sudah seperti itu. Artinya, angka kematian di masyarakat bisa jauh lebih tinggi,” kata Dicky yang juga peneliti pandemi dan global health security itu.

Dia meminta pemerintah Indonesia untuk tidak cepat berpuas diri dengan angka kematian yang nampak masih sedikit. Sebab, seringkali terjadi di negara berkembang puncak kasus kematian dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es”.

Sedangkan pada masyarakat, ia meminta untuk tidak ada yang menyepelekan bahaya Omicron dan terus disiplin menjalankan protokol kesehatan, karena kasus kematian yang rendah akibat varian baru itu tidak terjadi, karena Omicron lebih lemah dari Delta, tetapi karena cakupan vaksinasi yang sudah lebih luas dalam masyarakat.

“Saya selalu sampaikan prediksi saya 10 kali dari yang dilaporkan. Maksudnya, minimal bukan yang optimal. Cara dari perhitungannya kita lihat dari yang Delta saja, itu sudah minimal 10 kali dari hasil surveillance dari kasus yang dilaporkan dan ternyata terinfeksi,” ucapnya.

Halaman : 1