Aktris Jepang Sayuri Oyamada Bisnis Onigiri "Fusion"

SHARE

istimewa


"Dalam membuat resep nasi kepal, saya memikirkan yang terbaik adalah memadukan bahan tradisional Jepang yang sudah populer di kalangan orang Amerika," katanya. "Saya membuat 'nori no tsukudani' (rumput laut yang sudah diberi bumbu) dengan krim keju, basil merah dan alpukat."

Kreasi Oyamada kian disukai ketika kolaborasi akan berakhir, banyak juga yang meminta rasa baru.

"Kolaborasi ini tumbuh jadi sesuatu yang lebih besar dari sekadar memanfaatkan waktu luang," ujarnya.

Menunda kembali aktingnya meski industri film sudah menggeliat, Oyamada mendirikan perusahaan pada pada musim gugur 2020 dan mendirikan dapur komersial dengan pekerja paruh waktu, mencoba mempelajari serba-serbi bisnis.

Sebagai bisnis skala kecil, dia membuat semua produknya dengan tangan dan mengirimkannya langsung ke pasar lokal. Varian rasa yang ditawarkan meliputi sesuatu yang inovatif seperti kari vegan dan hot dog vegan serta rasa tradisional seperti tuna mayo, plum asam, dan salmon dengan yuzu.

"Onigiri (Oyamada) mengingatkan saya pada yang buatan rumah ketimbang yang dibeli di toko," kata Suzumi Abe, seorang blogger makanan yang berbasis di New York City.

Abe, yang aktif di Instagram lewat This Plate NYC selama enam tahun terakhir fokus pada bisnis makanan Jepang, mengatakan bahwa perusahaan Oyamada adalah perusahaan pertama yang dia temukan fokus pada nasi kepal rumahan di kota tersebut.

"Sangat penting berbagi budaya makanan otentik di pasar AS," imbuh dia.

Oyamada yang berasal dari prefektur Niigata pertama kali datang ke New York pada 2010 dalam program pertukaran seni yang berlangsung setahun. Dia kemudian tinggal di sana sejak kembali dengan visa seniman pada 2012, dan sebelum pandemi disibukkan dengan proyek akting sebagai fokus utama, termasuk jadi pemeran utama di film "While the Women Are Sleeping" arahan Wayne Wang pada 2016.

Membangun dan mengelola bisnis makanan adalah pengalaman baru. Dia mencari pembeli potensial dengan menawarkan sampel dan membangun jaringan pembeli, tapi banyak kontrak yang tiba-tiba batal. Itu membuatnya menyadari betapa sulit berbisnis di New York.

Masalah pasokan juga memberikan tantangan. Dia pernah menghadapi pasokan basil merah yang tertunda selama tiga bulan, dan keengganannya berkompromi terhadap kualitas beras mengancam bisnisnya karena harga beras premium naik.

Kliennya juga telah menanyakan kemungkinan produk baru seperti kotak bekal alias bento, tetapi Oyamada tidak yakin mau mengambil risiko memperluas operasinya di tengah segala ketidakpastian.

"Sejak pandemi virus corona, sulit untuk membuat rencana bahkan untuk beberapa bulan ke depan, apalagi setahun sebelumnya," katanya.

Meski pertemuan tatap muka masih memungkinkan, Oyamada memanfaatkan peluang menghadiri pasar Japanese Artist Pop-Up pada Desember. Dia adalah satu dari 22 vendor yang menjual ragam makanan produk Jepang atau yang terinspirasi dari Jepang di Lower East Side Manhattan. Nasi kepalnya cepat laris.

"Saya tak membayangkan menjual nasi kepal di New York, tapi ini juga cara menyebarkan budaya Jepang di luar negeri sama seperti yang saya lakukan lewat akting," kata Oyamada.

Dia berencana terus menciptakan resep nasi kepal baru dan berkolaborasi dengan perusahaan lokal tanpa mengurungkan niat untuk kembali berakting.

"Saat ini, saya fokus untuk menyukseskan bisnis ini."

 

Halaman : 1