Dewan Pakar FSGI : Akibat Kelalaian Kepala Madrasah, Akhirnya Negara Dirugikan

SHARE

Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti (istimewa)


CARAPANDANG.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyayangkan munculnya kluster satuan pendidikan, yaitu di salah satu Madrasah di DKI Jakarta. Sebanyak 30 guru-karyawan MAN 22 Jakarta Barat dinyatakan positif virus Corona (COVID-19) seusai study tour di Yogyakarta. Bahkan data terakhir menunjukkan, sebanyak 43 orang telah diperiksa dalam kasus klaster Guru MAN 22 Jakarta Barat, hasilnya 30 orang dari jumlah tersebut   dinyatakan positif Covid-19.

Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan kluster madrasah ini seharusnya dapat dicegah jika pimpinan madrasah cermat dalam memitigasi resiko penularan covid 19 sebelum kegiatan studi wisata dilakukan. 

Awalnya, satu orang guru MAN 22 Palmerah yang tidak mengikuti kegiatan wisata ke Yogyakarta pada 20-23 November 2020 positif terpapar Covid-19. Menurut Kepala MAN 22 Palmerah Usman Alim, guru tersebut mulanya mengaku sudah tidak enak badan sebelum adanya kegiatan wisata. Oleh karena itu, ia tidak ikut berwisata yang menjadi ajang perpisahan dengan kepala MAN yang hendak purnabakti

“Guru tersebut kemudian melaksanakan tes cepat antigen pada 27 November 2020 dan dinyatakan reaktif. Ketika melakukan tes usap, hasilnya pun positif terinfeksi virus SARS-CoV-2. Di hari yang sama, dua orang rombongan yang mengikuti wisata ke Jogja menunjukkan gejala Covid-19. Sepulang dari Yogjakarta, kedua peserta tour tersebut melaksnakan tes usap Covid-19 dan hasilnya positif,” kata Retno.

Akhirnya, seluruh guru dan karyawan yang mengikuti wisata pun segera harus menjalankan tes usap Covid-19. Usai berwisata, para guru dan karyawan sempat berkumpul di madrasah untuk melaksanakan pelepasan kepala MAN dan merayakan hari guru, pada tanggal 25 November 2020. Semenjak ada kabar guru dan karyawan yang positif Covid-19, madrasah pun telah ditutup.

Kelalaian Dan Rendahnya Kemampuan Mitigasi Resiko Kepala Madrasah

Program study wisata ke Yogyakarta yang direncanakan di masa  Kepala Madrasah yang lama, kemudian dilaksanakan oleh Kepala  Madrasah yang baru. Kegiatan dilaksanakan tanpa kepala Madrasah melakukan mitigasi resiko padahal sudah ada satu guru yang mengaku sakit dan menunjukkan gejala covid 19. Seharusnya, ada penundaan kegiatan sambil menunggu hasil tes swab satu guru tersebut. Hal ini demi melindungi kesehatan dan keselamatan guru dan karyawan lainnya.

Untuk menjadi pembelajaran dan perhatian bersama untuk pimpinan madrasah maupun pimpinan sekolah di Indonesia, maka seharusnya kasus ini ditangani dengan sungguh-sungguh agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang kembali. Untuk itu FSGI mendorong :

  1. Kementerian Agama RI melalui Kepala Kantor Wilayah Agama Provinsi DKI Jakarta harus melalukan pemeriksaan atau BAP kepala madarash sebagaimana ketentuan dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri.
Pemeriksaan didasarkan pada adanya dugaankelalaian dan lemahnya manajemen mitigasi resiko pimpinan madrasah sehingga menimbulkan kerugian pada Negara dan madrasah.Kelalaian tersebut berpotensi besar merugikannegara, anak-anak (bisa anak kandung atau anak murid), warga sekolah lainnya yang menderita kerugian besar akibat ketidakcermatan atau kelalaian Kepala Madrasah dalam melaksanakan wisata warga sekolah saat ancaman bahaya pandemi Covid-19. Pemeriksaan untuk memetakan jenis pelanggaran hukum atau etika yang dilakukan.

  1. Kegiatan studi wisata madrasah  ini diperkirakan tidak memiliki ijin tertulis dari Kepala Kantor Kementerian Agama Republik indonesia dan wisata ini telah menimbulkan dampak adanya kerugian yang dialami oleh guru dan negara sebagai penanggung jawab membayar biaya perawatan. Kepala Madrasah yang lalai memberikan  perlindungan terhadap guru dan tidak berupaya melakukan pencegahan terhadap kerugian bagi guru dan negara tersebut,harus dipertanggungjawabkan oleh Kepala Sekolah yang sedang menjabat sekarang ini.
Kepala Madarasah baru adalah pihak yang paling bertanggung jawab, karena tidak cermat dan lalai dalam melaksanakan program wisata yang tidak melihat situasi adanya ancaman bahaya dan tidak mempertimbangkan dampak bepergian berkerumunan 40 orang posisi duduk dalam mobil dalam jarak yang berdekatan dan perjalanan Jakarta-Jogjakarta yang waktu tempuhnya bisa 8-9 jam. Mitigasi resiko seharusnya dapat dilakukan dengan menunggu hasil dari guru yang sakit dan sedang tes swab. Kalau ternyata ybs positif covid, maka seluruh peserta studi tour wajib di swab juga. Kalau pun pihak Madrasah sudah mengantongi ijin dari Kanwil Agama DKI Jakarta untuk studi wisata ke Yogjakarta, maka tourhanya dapat diikuti oleh yang hasil tes swab-nya negative, ini mitigasi resikoyang terukur;

  1. Pimpinan satuan pendidikan seharusnya memiliki kemampuan dalam  manajemen mitigasi  resiko ketika mempunyai program atau kegiatan.  Berwisata jarak jauh berarti akan berkumpul  di dalam mobil  dalam waktu berjam-jam di ruangan yang berpendingin udara, duduk dalam jarak berdekatan yang  terkadang abai terhadap protokoler kesehatan Covid-19, misalnya melepas masker dan tidak mencuci tangan. Perjalanan wisata ini menjadi beresiko sangat tinggi, karena perjalanan tersebut diikuti jumlah cukup besar, yaitu 40 orang yang dalam tiga  hari  kegiatan terlibat aktivitas makan dan minum bersama di restoran  atau hotel dalam keadaan membuka masker dalam waktu yang signifikan;
  2. Kepala Madrasah menjadi penanggungjawab berjalannya pelayanan pembelajaran pada peserta didik. Sementara kegiatan studi wisata  dilakukan pada hari kerja, Walaupun sedang kegiatan Belajar dari Rumah atau PJJ, namun di hari kerja para guru wajib memberikan pembelajaran, karena bukan hari libur. Hak anak mendapatkan pengajaran merupakan tugas dan kewajiban para guru dan Kepala Madrasah wajib menjamin layanan pembelajaran seluruh peserta didik.  Ketika 30 gurunya sakit dan tidak bisa memberikan layanan pembelajaran maka peserta didik menjadi dirugikan.