Industri Perfilman di Indonesia Diharapkan Tidak Dikuasai Asing

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM- Industri perfilman di Indonesia diharapkan tidak dikuasai asing atau hanya dijadikan pasar terutama bagi film-film Hollywood.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto, di Jakarta, Selasa, mengatakan potensi industri film di Indonesia sangat besar untuk dikembangkan sehingga sangat disayangkan jika kemudian dikuasai asing.

"Industri perfilman di Tanah Air mulai terlihat bergeliat. Setidaknya ini dapat dilihat dari pertumbuhan tiket sinema yang pada 2015 hanya 16 juta tiket menjadi 43 juta tiket pada tahun 2017," katanya.

Pertumbuhan ini menandakan bahwa animo penonton film di Indonesia sangat tinggi. Tapi sayangnya, menurut dia, industri film Indonesia sekarang ini dari jaringan produksi, distribusi, eksebisi, publikasi, apresiasi masih didominasi oleh investor asing.

Apalagi sejak 2015 sebetulnya industri perfilman Indonesia sudah dicabut dari Daftar Negatif Investasi atau dibebaskan untuk investasi asing seratus persen.

"Industri film ini sangat strategis, tak hanya bicara tentang film semata tapi akan berperan besar menjadi lokomotif bagi industri lainya," katanya.

Menurut dia, film akan menjadi akselerator bagi industri lainnya seperti kuliner, fesyen, dan produk dan jasa ekonomi kreatif lainya.

"Lebih penting dari itu, film itu tanpa kita sadari juga telah menjadi instrumen bagi penetrasi budaya dan pada akhirnya mengubah perilaku kita dan membentuk gaya hidup," katanya.

Oleh karena itu, ia menyarankan komunitas-komunitas film di Indonesia untuk bangkit dan membangun kekuatan sendiri.

"Jangan kita biarkan investor asing merangsek masuk terus. Kalau tidak nanti kita benar-benar hanya menjadi penonton," katanya.

Koperasi-koperasi film kata dia, harus segera dibangun dan diperkuat jaringannya seperti yang ada di Inggris dan Korea Selatan. Ia mencontohkan misalnya Koperasi Blakehouse yang ada di Inggris yang sudah menguasai industri dari hulu hingga hilir.

"Kenapa koperasi? karena koperasi ini merupakan instrumen penting untuk memobilisasi sumberdaya yang ada. Melalui koperasi, pekerja film bukan hanya bekerja di industri tapi bisa jadi pemilik dari seluruh perusahaan yang ada. Bahkan melalui model koperasi, apresian juga bisa jadi pemilik dari perusahaan sekaligus," katanya.

Apalagi saat ini adalah era komunitas sehingga komunitas-komunitas film dengan terbatasnya ruang eksebisi yang tersedia bisa mendirikan bioskop alternatif sendiri yang dimiliki oleh pekerja dan apresiannya.