Kearifan Lokal Budaya Melayu Dalam Lokakarya Daring Asosiasi Tradisi Lisan

SHARE

Ketua ATL Kepuluan Riau, Abdul Kadir Ibrahim yang juga merupakan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang


CARAPANDANG.COM – Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) menyelenggarakan lokakarya secara daring, pada kamis (6/8/2020) yang diikuti oleh 135 peserta yang terdiri dari beragam kalangan mulai dari dosen, seniman, akademisi, tokoh masyarakat dan bermacam keilmuan yang mencintai tradisi lisan di seluruh indonesia.

Gelaran acara kali ini sebagai penghormatan sekaligus mengenang Alm. Prof. Sapardi Djoko Damono, sastrawan besar Indonesia yang meninggal dunia pada 19 Juli 2020 kemarin.

Acara dimulai dengan Pengarahan singkat Ketua ATL Indonesia Prof. Dr. Pudentia dan Pengantar dari Pembina ATL DR. Mukhlis PaEne. Pada lokarya ini dibuka oleh Direktut Kepercayaan dan Penghayat Tuhan Yang Maha Esa, Syamsul Hadi.

Ketua ATL Kepuluan Riau, Abdul Kadir Ibrahim yang juga merupakan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Tanjungpinang, berkesempatan membacakan puisi secara virtual dalam pembukaan Lokakarya Daring Asosiali Tradisi Lisan tersebut.

Akib sapaan akrabnya, membaca puisi bertajuk “Sehabis Mengantar Jenazah” dalam kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono.

Kemudian, Akib pun mempersembahkan puisi "Cinta Kuntum Pecah" yang merupakan karyanya sendiri. Puisi ini diciptakan Akib setelah kepergian Sang sastrawan.

M. Yoeseof, Pengurus ATL yang juga dosen Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Indonesia mempersembahkan lagu “aku ingin” secara akustik yang merupakan puisi karya almarhum tahun 1989 yang juga dijadikan soundtrack film “cinta dalam sepotong roti”.

Kegiatan dilanjutkan dengan Kajian Tradisi Lisan oleh pemateri, diantaranya Prof. I Made Suastika ketua ATL Bali sekaligus dosen UNUD, Prof. Usman Rianse ketua ATL Sulawesi Tenggara yang juga dosen UHO, dan  Abdul Kadir Ibrahim, ketua ATL Kepri dan kadis kominfo Tanjungpinang.

Pemateri mempresentasikan hasil kajian tradisi di masing-masing daerahnya. Ketua ATL Bali menyampaikan tentang tradisi struktur bangunan dan tata letak perkampungan adat di bali. Ketua ATL Sultra, memaparkan implementasi kearifan budaya di daerahnya, dan ketua ATL Kepri, pada kesempatan itu memaparkan kearifan lokal tradisi lisan tanah melayu.

Dalam materinya, Akib mempresentasikan Kearifan lokal tradisi lisan yang dipetik dari puisi Sapardi Djoko Damono. Dengan mengaitkan puisi karya Sapardi dengan tradisi lisan.

Diawal, Akib memaparkan warisan budaya lokal melayu seperti penyelenggaraan prosesi adat atau penyambutan orang besar, upacara, tepuk tepung tawar, tanjak, baju kurung, juga tradisi lisan berpantun.

Kearifan lokal tradisi lisan, lanjut Akib, menjadi acuan, sandaran, pegangan dan ingatan setiap individu di dalam suatu suku-bangsa untuk menjadi individu yang senantiasa dapat memfungsikan akal pikiran dan hatinya, serta memanfaatkan badannya (tenaganya) hanya untuk kebenaran, kebaikan, dan kemuliaan.

"Kearifan lokal tradisi lisan telah menjadi sisi etik, standar moral, takaran budi pekerti yang melekat terhadap seseorang di dalam kelompok atau suku-bangsanya," papar Akib.

Menurut Akib, para penyair yang memanfaatkan tradisi (sastra) lisan di dalam karya sastra modernnya, terutama puisi, tidaklah mengambil atau menyalin seluruh bantuk (model) tradisi lisan berupa mantra, pantun, sapah-serapah, rampai-rampai, tawar-sejuk-sedingin ataupun jampi-jampi yang hidup berkembang di tengah masyarakat.

Para penyair akan melakukan ekprimen secara mendalam dan sungguh-sungguh terhadap tradisi lisan yang dipahaminya, dan akan berpikir keras apa yang mesti dilakukannya. Pada akhirnya, ada yang meniru (mengadopsi) bentuk, isi, gaya, bunyi, tatacara bahasa, susunan kata-kata, dan kegaibannya," terangnya.

Dari pengamatan Akib, baik dari puisi-puisi Sapardi atupun sejumlah nama lainnya, lebih banyak yang mengadopsi (meniru) model pantun dan syair. Belakangan, pengadopsian terhadap pantun dan syair itupun sudah berubah lagi, yang semua kalimat setiap baris di dalam bait-baitnya menjadi isi, dan tidak ada sampirannya.

Berkaitan dengan tradisi pantun ini, kata Akib, tidak semua puisi terlihat utuh seperti pantun, tetapi seolah-olah jika dibaca terasa seperti membaca pantun. Padahal dalam baitnya ada yang hanya tiga baris dan setiap barisnya tidak empat kata atau lebih tetapi ada hanya dua kata saja.

Akib pun mengaku kagum pada puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono. Menurutnya, sedemikian “lihai”, “mahir” atau cerdik memoles dan memanfaatkan sedemikian rupa segala hal-ikhwal yang nyatanya berkait-erat sedemikian serasi dan molek dengan tradisi lisan yang memang menjadi khazanah suku-bangsa di seluruh Indonesia.

Dapat dikatakan, tradisi lisan yang dimanfaatkan olehnya bukan hanya berupa “puisi rakyat” seperti mantra, sapah-serapah, tawar sejuk-dingin, jampi-jampi atau sejenisnya, tetapi sekaligus tradisi lisan yang berupa dongeng, cerita rakyat, folk lor, dan atau rampai-rampai perbualan budaya di dalam masyarakat.