Kopi Liberika Masih Kurang Diperhatikan Petani

SHARE

Tanaman kopi liberika, di Desa Karang Dalam, Lahat


Liputan : Soufie Retorika

CARAPANDANG [LAHAT] - Area perkebunan kopi di Kabupaten Lahat menurut data perkebunan yang ada sekitar 60ribu hektar dari kebun tua yang kurang produktif, kebun yang tidak produktif, kebun produktif dan kebun yang baru ditanam, degradasi jumlah tersebut bisa saja setiap tahunnya menyusut akibat alih fungsi lahan. 
Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen merupakan perkebunan kopi robusta, dan sisanya lahan kebun kopi Liberika dan kopi Arabika. Saat ini Arabika Lahat mulai mengalami kenaikan, sebab beberapa petani dan buruh tani sadar bahwa permintaan pasar arabika sangat potensial. Sementara yang miris, di kalangan petani adalah kondisi kopi Liberika yang kurang diperhatikan baik dalam perawatan kebun, maupun harga yang lebih rendah dari robusta.
Saat ini harga Robusta Asalan di pasaran Lahat sekitar Rp 20.000 hingga Rp 22.000 perkilogramnya, harga ini merupakan harga yang rendah, tidak sebanding dengan ongkos angkut dan penjemuran. Namun harga kopi Liberika asalan atau petik pelangi, lebih miris lagi. Diperkirakan hingga di angka Rp 17.000 perkilogram harga Liberika asalan. 
Kopi asalan atau petik Pelangi, adalah kopi yang dipetik saat panen secara sembarangan, biji kopi hijau, kuning, merah muda dan merah tua yang dipetik secara serempak. Dalam prosesnya langsung dijemur di terpal plastik yang di hamparkan di tanah atau lantai semen. 
Karena kurangnya pengetahuan petani dan buruh tani di Kabupaten Lahat, akan semakin berkurang kualitas kopi yang mereka jemur. 
“Taunya kami, petik yang sudah hampir kuning, ya dianggap sudah harus dipetik. Lalu  dimasukkan dalam kinjar (keranjang rotan), lalu langsung dijemur di terpal plastic, sampai hitam dan seminggu bisa dijual,” kata Dran (60) warga petani Lahat, Minggu (29/5/2022).
Petani tidak tahu, dangan beberapa proses kopi. Dan langsung saja digiling untuk memisahkan kulit luar dengan biji paling dalam. Harga kopi sendiri ditentukan oleh para pengepul dan tengkulak kopi. Padahal beberapa daerah di Indonesia menjadi pasar dalam negeri yang potensial bagi kopi Liberika ini.
“Rasanya maung (istilah bau kopi liberika dalam Bahasa Lahat), jadi kami kurang senang mencicipi kopi tupak (Bahasa Lahat Kopi Liberika). Apalagi tidak tahu untuk mengolahnya sehingga mahal seperti di daerah lain,” Kata Hendra (41) salah satu pemilik kebun kopi.
Di beberapa pasaran Indonesia lainnya seperti di Jambi dan Jakarta harga kopi Liberika Natural yang sudah siap diseduh dalam satu kemasan 250 gram dipatok sekitar Rp 40.000 hingga Rp 60.000 menurut Devi (35) warga Jakarta yang menyukai Kopi Liberika. 
“Kopi Liberika ada penggemar tersendiri. Dan sudah cukup banyak yang menyukainya, sementara syarat utama kopi tersebut memang harus dipetik merah atau red cherry, dengan kematangan yang cukup. Kemudian diproses sesuai dengan kebutuhan dan permintaan konsumen, ad akelas harga tersendiri,” ujar Devi.
Sayang jika hal ini terus dibiarkan padahal Kopi Liberika tidak hanya bisa memiliki pasar harga yang cukup tinggi dan ada penggemar yang tersebar potensial di seluruh Indonesia. Tapi memiliki fungsi lainnya yakni mengikat unsur hara di tanah sehingga merangsang tanah menjadi subur.