Pencemaran Batu Bara Marunda Disorot KPAI, Banyak Anak-anak jadi Korban

SHARE

Komisioner KPAI, Retno Listyarti


CARAPANDANG - Komisooner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan bahwa ada sejumlah informasi yang KPAI peroleh terkait dampak pencemaran batu bara di Rusun Marunda. Dia mengatakan, anak-anak dan orang dewasa masih terus menjadi korban akibat polusi yang ditimbulkan karena penggunaan batu bara oleh PT KCN.

"Paling banyak keluhan yang disampaikan  adalah iritasi pada mata akibat partikel halus batu bara masuk ke mata, menimbulkan gatal padahal bahaya jika di kucek matanya. Selain itu,  sakit pernafasan juga kerap dialami warga Rusun Marunda," tutur Retno, Senin (21/3/2022).

Sejumlah video pun beredar dan disampaikan masyarakat kepada Retno. Dari cuplikan Video tersebut, kata Retno, abu batu bara mengotori lantai-lantai rumah warga, abu menempel pada barang-barang di rumah serta perkakas masak di dapur.

"Ada sejumlah foto warga yang mengalami iritasi pada mata, baik anak-anak maupun orang dewasa akibat debu batu bara, mata merah dan gatal. Selain iritasi mata, penyakit pernafasan seperti batuk, pilek dan radang tenggorokan juga masih banyak dialami warga rusun Marunda. Oleh karena itu, perlu kehadiran Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, yang menurut warga belum hadir hingga saat ini”, ungkap Retno.

Jika membahas dampak pencemaran batu bara, maka penelitian Greenpeace Indonesia (2015) dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui seberapa besar dampaknya bagi manusia yang berada  dekat dengan sumber pencemaran,  Penelitiannya berjudul Kota Batu Bara dan Polusi Udara  tersebut mengungkapkan bahwa polusi udara merupakan  pembunuh senyap yang menyebabkan 3 juta kematian dini (premature death) di seluruh dunia. Pembakaran batu bara adalah salah satu kontributor terbesar polusi yang menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan.

Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahan bakar fosil batu bara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran batu bara adalah sumber terbesar emisi gas GHG (greenhouse gas), yang memicu perubahan iklim. Batu bara yang dibakar di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memancarkan sejumlah polutan seperti NOx dan SO2, kontributor utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM2.5. Masyarakat ilmiah dan medis telah mengungkap bahaya kesehatan akibat partikel halus (PM2.5) dari emisi udara tersebut. PLTU batu bara juga memancarkan bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti merkuri dan arsen.

“Hasil penelitian Greenpeace Indonesia tersebut, harus menjadi landasan kebijakan Negara untuk melindungi keselamatan dan kesehatan  warga Rusun Marunda, terutama anak-anak yang merupakan kelompok rentan, yang jangka panjang bisa saja mengalami sakit kanker paru, stroke dan sebagainya. Kelak Negara akan menanggung beban dampak tersebut”, ujar Retno.

Halaman : 1