Pengamat Nilai Pembatasan Impor Kedelai Berpengaruh pada Konsumen

SHARE

istimewa


CARAPANDANG.COM - Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pembatasan impor kedelai tidak relevan dengan kondisi saat ini dan akan berdampak langsung pada kepentingan konsumen.

“Pemerintah perlu memikirkan beban berat yang akan ditanggung konsumen dengan memberlakukan larangan terbatas impor kedelai. Banyak UMKM dan pedagang kecil yang membutuhkan kedelai sebagai bahan baku. Lalu banyak konsumen rumah tangga yang kebutuhan proteinnya didominasi oleh kedelai karena harganya yang terjangkau," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.

Aditya menilai kenaikan harga kedelai karena naiknya harga kedelai dunia tidak hanya merugikan produsen tempe dan tahu, tetapi juga konsumen secara luas. Kedelai merupakan salah satu sumber protein yang harganya terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, CIPS mencatat produksi kedelai di Indonesia terus menurun. Hal ini terlihat dari data USDA yang menunjukkan produksi kedelai di Indonesia dalam rentang waktu 2016-2020 mengalami penurunan dari 565 ribu ton pada 2016,kemudian  540 ribu ton pada 2017, sebanyak 520 ribu ton pada 2018, dan 480 ribu ton pada 2019 serta 475 ribu ton pada 2020. Jumlah ini hanya berkontribusi pada sekitar 20 persen kebutuhan nasional.

“Oleh karena itu, Indonesia masih membutuhkan impor kedelai untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan tersebut. Belum lagi soal kualitas yang belum mampu dipenuhi kedelai domestik,” kata dia.
 

Halaman : 1