Ragam Purbasangka dalam Novel ‘Murder on the Orient Express’

SHARE

Buku Murder on the Orient Express (jeffrey nguyen)


CARAPANDANG.COM - Sebuah novel ketika dibedah dapat memuat hikayat ilmu sosial yang begitu kaya. Sebut saja novel Murder on the Orient Express, yang termaktub mengenai ragam purbasangka. Bahwa ras tertentu dilekatkan dengan hal-hal buruk dan negatif. Maka di buah karya Agatha Christie yang memiliki latar tahun 1934 ini menarik untuk ditelaah.

Berikut beberapa nukilan dari novelnya yang menunjukkan ragam purbasangka tersebut:

“Dia sudah tinggal cukup lama di Amerika,” ujar Monsieur Buoc, “dan dia orang Italia, dan orang-orang Italia biasanya suka menggunakan pisau! Dan mereka juga pembohong-pembohong besar! Aku tak suka pada mereka.”

“…Kejahatan ini sudah dipikirkan jauh-jauh hari dan dirundingkan masak-masak. Itu bukanlah – bagaimana ya menggambarkannya – bukan tindakan kriminal ala Latin – ini adalah suatu kriminalitas yang memakai kepala dingin, akal licik, dan otak yang kejam. Kurasa otak Anglo-Saxon.”

“…Sebenarnya sejak dulu saya tak begitu peduli pada orang Amerika – saya tak suka pada mereka.”

Poirot tersenyum, teringat kecaman MacQueen pada watak orang Inggris.

“Tapi saya senang pada orang Amerika yang satu ini. Rupanya dia punya ide aneh-aneh tentang situasi di India. Di situlah letak kejelekan orang Amerika – mereka begitu sentimental dan idealistis.