Respon Kemnaker Soal Tutupnya Pabrik Bata

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara ihwal ditutupnya salah satu pabrik sepatu di daerah Purwakarta, Jawa Barat, yakni PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Pabrik sepatu itu terpaksa harus menyetop produksinya karena pabrik tersebut mengalami penyusutan permintaan sepatu hingga perusahaan merugi selama empat tahun terakhir.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan, pada prinsipnya Kemnaker dengan tegas meminta agar perusahaan memberikan semua hak pekerjanya sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini apabila memang bisnis atau usaha itu sudah tidak bisa dipertahankan lagi alias bangkrut.

"Prinsipnya dari Kemnaker, kalau memang bisnis atau usaha sudah tidak bisa dipertahankan alias bangkrut, maka semua hak pekerja harus diberikan sesuai peraturan, dan semua itu (PHK/Pemutusan Hubungan Kerja) harus disepakati," kata Indah saat dihubungi wartawan, Senin (6/5/2024).

Dihubungi terpisah, Ketua Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Purwakarta, Alin Kosasih mengungkapkan, setidaknya ada 230 buruh yang terdampak PHK akibat dari penyetopan pabrik BATA.

"Buruh PT Sepatu Bata yang terkena dampak hampir 230," ungkap Alin kepada CNBC Indonesia.

Alin mengatakan, pihak perusahaan BATA telah menawarkan uang kompensasi atau pesangon sebesar 1 kali Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK). Namun, lanjutnya, karena ada faktor sosiologis dan keterkejutan, pihak buruh saat ini tengah melakukan negosiasi kepada perusahaan agar uang pesangonnya ditambahkan.

"Untuk saat ini perusahaan menawarkan uang kompensasi 1 kali PMTK, atau karyawan mendapatkan satu kali pesangon satu kali masa kerja. Namun saat ini buruh di PT Bata belum mau menerima karena lagi ada negosiasi, agar uang pesangonnya ditambahkan. Karena buruh PT Bata sangat kaget dengan penyetopan produksi yang dilakukan perusahaan," jelasnya.

Sebagai catatan, karyawan atau buruh yang terdampak PHK berhak mendapatkan hak pesangonnya sesuai dengan ketentuan PMTK, yang kini mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Yang mana apabila PHK terjadi karena alasan perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus, atau akibat keadaan memaksa (force majeure), maka buruh berhak mendapatkan pesangon 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (2), UPMK 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Jadi, apabila karyawan berhak atas 1 PMTK, berarti ia menerima hak atas PHK berupa pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4). dilansir cnbcindonesia.com