Riset: Prospek Pasar Saham 2022 Membaik Jika COVID-19 Tak Merebak

SHARE

istimewa


"Fenomena IPO yang terjadi belakangan ini terbilang sukses karena dari sudut pandang para emiten berhasil memperoleh dana dari masyarakat sesuai dengan harapan para emiten tersebut, terpancar dari tingkat book building yang seringkali terjadi oversubscribe," ujar Alwin.

Namun demikian, menurut Alwin beberapa emiten tidak menjaga harga sahamnya di perdagangan sekunder. Hal itu dinilai akan memberi rasa enggan bagi para investor ritel untuk menginvestasikan dana mereka ke dalam saham-saham yang baru akan IPO.

"Sementara itu dengan adanya emiten jumbo yang kembali muncul di panggung e-IPO seperti GoTo, tentunya akan kembali menarik minat masyarakat untuk berinvestasi kembali karena potensi pertumbuhan dari perusahaan yang sangat menarik," kata Alwin.

Dari global, kebijakan tapering dan rencana percepatan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve akan berdampak pada pasar saham Indonesia, meski diperkirakan tidak akan besar. Bank Indonesia selaku otoritas moneter pun diperkirakan juga akan sigap mengambil keputusan untuk menanggulangi ketertinggalan ekonomi dengan negara-negara lain akibat dampak dari kebijakan The Fed tersebut.

"Meski demikian, ketahanan ekonomi Indonesia terbilang sangat kuat. Terlihat pada saat masa pandemi, di saat negara lain mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi yang drastis, Indonesia dengan mandiri dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak jatuh terlalu dalam pada saat kuartal 1 dan 2 tahun ini," ujar Alwin.

Kemudian terkait kemunculan varian Omicron, sudah diperkirakan tidak akan terlalu berpengaruh banyak terhadap ekonomi. Meskipun penyebarannya relatif lebih cepat daripada varian yang lain, varian Omicron memiliki gejala yang relatif lebih ringan.

Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, kondisi pasar saham dalam negeri tergantung sentimen dan sikap pelaku pasar pada tahun depan. Meski perekonomian nasional mulai pulih, para investor dinilai perlu tetap waspada.

"Memang bahwa tahun ini tahunnya pemulihan, namun yang namanya pemulihan dari jatuh kan memang belum sustain. Tetap waspada dan cermati sejumlah sentimen yang ada, baik dari sisi makroekonomi maupun perkembangan kinerja emiten," ujar Reza.

Reza menstimulasikan, apabila akhir tahun ini IHSG berhasil ditutup di level 6.650, berarti IHSG sudah naik 670,93 poin atau 11,22 persen (yoy) dibandingkan 2020. Hal itu terjadi masih dalam kondisi pandemi belum hilang dan masih ada sejumlah sentimen negatif.

"Kalau tahun depan, kondisi ekonomi katakan lah harapannya bisa terjadi kenaikan di atas itu. Kalau asumsinya bisa naik hingga 15 persenan, maka IHSG berada di kisaran 7.500-7.600. Maka dari itu tergantung sentimen di tahun depan, getting worse atau getting better. Kalau worse ya bisa jadi lebih rendah dari pencapaian di tahun ini," ujar Reza.
 

Halaman : 1