Terdakwa "Fee Project" Meminta Presiden Evaluasi Kinerja Kejari Mataram

SHARE

Presiden Joko Widodo diminta evaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Mataram


CARAPANDANG.COM - Terdakwa kasus korupsi "fee project" dana rehabilitasi pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, Muhir, yang divonis dua tahun penjara, denda Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan, meminta Presiden dan Kejaksaan Agung mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Mataram.

"Ini jelas perbuatan kriminalisasi bahwa tidak ada barang bukti di saya, dan ini adalah salah satu kezaliman kepada saya karena yang menyuap saya, Sudenom dan Totok, tidak diungkap dalam kasus ini, di sini salah satu ketidakadilan Kejari Mataram," kata Muhir usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Jumat (1/3/2019).

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang dipimpin Isnurul Syamsul Arif menyatakan terdakwa Muhir terbukti bersalah melanggar isi dakwaan ketiga, yaitu Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Putusan tersebut diberikan karena ada alat bukti terkait penerimaan uang dari saksi Sudenom sebesar Rp31 juta. Dalam rinciannya disebutkan bahwa uang tersebut diterima terdakwa Muhir ketika bertemu dengan saksi Sudenom di Rumah Makan Nada Taliwang sebesar Rp1 juta dan di Rumah Makan Ncim Cakranegara Rp30 juta.Meskipun dalam uraian putusan disebutkan bahwa terdakwa Muhir memang tidak tertangkap tangan menerima uang Rp30 juta dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejari Mataram di Rumah Makan Ncim Cakranegara, namun berdasarkan fakta persidangan ditemukan unsur perbuatan "voltooid delict", yaitu tindak pidana yang telah selesai dilakukan oleh pelakunya.Terkait dengan perbuatan yang memberatkan putusan itu, majelis hakim menyatakan terdakwa Muhir melakukan tindak pidana pada saat masyarakat NTB sedang berduka akibat bencana gempa bumi.

Sedangkan yang meringankan, terdakwa Muhir selama ini diketahui belum pernah tersangkut masalah hukum serta menjalani hukuman pidana.