Terkait UU MD3, Pemuda Muhammadiyah Nilai DPR Telah Membunuh Demokrasi

SHARE

Istimewa


CARAPANDANG.COM –  DPR telah mengesahkan UU MD3. Namun, disahkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tersebut menuai kritikan dari sejumlah kalangan. Pasalnya mereka menilai dengan adanya penambahan pasal dalam UU tersebut akan menjadikan DPR sebagai lembaga yang kebal hukum.  

Seperti diutarakan oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dengan penambahan tiga pasal akan menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi.  Dengan disahkannya UU MD3 tersebut menunjukkan watak politisi di DPR anti kritik.

"Watak Otoritarian menjadi virus yang menyebar dan menjangkit semua politisi yang memiliki kekuasaan," katanya di Jakarta, Selasa (13/2).

Dahnil menegaskan bahwa Partai Politik dan DPR telah kehilangan otoritas moral untuk bicara demokrasi serta hak masyarakat sipil yang ada di dalamnya. Pasalnya mereka, sejati secara berjamaah telah membunuh demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi.

Sementara itu  Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan langkah hukum terhadap seseorang yang dinilai menghina dan merendahkan anggota DPR dinilai tidak masuk akal. Baginya yang lebih masuk akal langkah hukum bagi penghina presiden sebagai kepala negara lebih masuk akal.

"Saya mau katakan jauh lebih masuk akal kalau presiden dihina sebagai kepala negara ketimbang anggota DPR kemudian orang masuk penjara," katanya dilansir Merdeka.com, Selasa (13/2).

Ray mengatakan aturan tersebut bertentangan dengan sikap sejumlah anggota DPR terkait kembalinya dihidupkan Pasal penghinaan presiden dan wapres diatur dalam dua pasal yakni 263 dan 264. Padahal dengan norma serupa, ujar Ray, memproses hukum pihak yang dinilai melakukan penghinaan lebih tepat berlaku terhadap presiden dan wakil presiden ketimbang DPR.

"Kan sebetulnya kepala negara yang tidak boleh dihina karena simbol negara. Nah DPR kan bukan simbol negara. Yang saya mau katakan kalau enggak boleh dikritik, dihina apa urusannya. Kalau merasa dihina terus mau melaporkan pakai nama pribadi jangan pakai nama DPR untuk memperkuat posisinya," jelasnya.

Sebelumnya DPR mengesahkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (RUU MD3).  Disahkannya UU MD3 dengan penambahan sejumlah pasal dinilai sejumlah kalangan bakal menjadikan DPR sebagai lembaga yang kebal hukum.

Misalnya di pasal 122 huruf K misalnya,  MKD bisa melaporkan perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.   Kemudian pasal 245 yang mengatur pemanggilan anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Perubahan juga terjadi pada Pasal 73 terkait kewajiban seluruh warga Indonesia untuk memenuhi panggilan DPR. Dalam aturan yang baru disahkan terdapat aturan mekanisme pemanggilan paksa pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga itu dengan meminta bantuan pihak kepolisian sesuai dengan ayat 5.

Terakhir perubahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD. Masih-masing mendapat penambahan kursi wakil pimpinan sesuai diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 260.