Waspada Presiden, Pastikan : Big Data atau Big Lies?

SHARE

Ilham Bintang | Tokoh Pers Nasional


Amandemen UU1945

Semenjak  reformasi bangsa 1998, MPR-RI sudah empat kali mengandemen secara terbatas UUD 1945. Yang pertama, pada Sidang Umum MPR 1999 ( 14  hingga 21 Oktober 1999). Inti dari amandemen,  

pergeseran kekuasaan presiden atas legislatif yang dinilai terlalu kuat. Amandemen kedua,  (Sidang tahunan MPR 18 Agustus 2000 ) menetapkan  DPR dan kewenangannya, pemerintah daerah, hak asasi manusia, lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Amandemen  ketiga  (10 November 2001) mencakup penetapan kewenangan MPR, kepresidenan, impeachment, bentuk dan kedaulatan negara, keuangan negara, serta kekuasaan kehakiman.

Adapun amandemen keempat (  sidang tahunan MPR pada tanggal 1-11 Agustus 2002)  mengenai penggantian presiden, DPD sebagai bagian dari MPR, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, mata uang, dan bank sentral.

Amandemen-amandemen itu, kita tahu bukan tanpa protes atau disetujui banyak pihak. Tidak sedikit aspirasi yang menghendaki konstitusi dikembalikan pada UUD 1945 yang asli. 

Tahun lalu, MPR-RI (2019-2024) kembali mewacanakan  amandemen ke 5 konstitusi. Tentu saja ini mengejutkan. Ketua MPR-RI, Bambang Soesatyo, buru-buru menjelaskan  amandemen ke 5 hanya terbatas untuk memasukkan PPHN ( Pokok-Pokok Haluan Negara). Serupa GBHN di masa Pak Harto. 

Elit Partai Golkar itu memaparkan untuk menghadirkan  PPHN diperlukan amandemen terbatas UUD 1945. Hanya akan ada penambah ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD 1945, janjinya. Satu ayat itu memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN. Sementara penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan presiden pasca 2024 apabila tidak sesuai PPHN. 

Bambang menjamin tidak ada penambahan lainnya dalam amandemen kelima UUD 1945. Tidak akan ada  penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode ataupun perubahan sistem presidensial," janji Bambang Soesatyo dalam Diskusi Akademik 'Urgensi Amandemen Terbatas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) untuk Kesinambungan Pembangunan " di Universitas Ngurah Rai, Bali, 10 Mei 2021. 

Namun, sejak wacana amandemen itu diumumkan, praktis semenjak itu muncul kembali prokontra di tengah masyarakat dan dari internal parpol sendiri. Sebagian besar mengkhawatirkan perubahan terbatas  akan menjelma menjadi bola liar, dimanfaatkan politikus sebagai  akses untuk mengutak- utik hal lain, termasuk jabatan presiden. 

Halaman : 1