Zaenur Rohman: Ketentuan Tambahan Untuk Pidana Korupsi Bukan Diskriminasi

SHARE

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman (kanan). (istimewa)


CARAPANDANG.COM - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan pemberian ketentuan-ketentuan tambahan, seperti syarat mendapatkan remisi untuk membedakan tindak pidana korupsi dengan tindak pidana yang lain bukan merupakan bentuk diskriminasi.

“Kalaupun itu dianggap merupakan bentuk diskriminasi, itu adalah diskriminasi yang diizinkan oleh undang-undang,” kata Zaenur Rohman saat menjadi narasumber dalam diskusi publik Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk “Menyoal Pembatalan PP 99/2012: Karpet Merah Remisi Koruptor” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Sahabat ICW, Selasa.

Hal yang disampaikan oleh Zaenur Rohman itu merupakan tanggapan terhadap argumentasi Mahkamah Agung yang menganggap tidak diberikannya remisi pada koruptor merupakan diskriminasi.

Akibat argumentasi itu, lanjutnya, Peraturan Pemerintah Pasal 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang juga mengatur remisi dan pembebasan bersyarat dalam Pasal 34A dan Pasal 43A untuk narapidana kasus korupsi pun dibatalkan.

Zaenur Rohman menjelaskan ada dua syarat untuk pemberian remisi pada pelaku tindak pidana korupsi yang diatur oleh PP Nomor 9 Tahun 2012. Pertama, mereka berstatus sebagai justice collaborator, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar akar kejahatan korupsi. Kedua, mereka membayar uang ganti rugi dan denda.

Halaman : 1