Membenahi Kesenjangan dalam "Digital Trading" di Indonesia

SHARE

Membenahi Kesenjangan dalam "Digital Trading" di Indonesia | Bambang Soesatyo (Istimewa)


Selaras dengan rancang bangun sistem pembayaran di era digital tersebut, kita patut mengapresiasi langkah-langkah proaktif yang dilakukan Bank Indonesia, misalnya melalui peluncuran Bank Indonesia Fast Payment sebagai implementasi dari visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

Namun, langkah ini perlu didorong untuk terus dikembangkan, karena pada saat yang bersamaan pertumbuhan ekonomi digital juga akan terus melaju dan membutuhkan langkah-langkah penyesuaian, termasuk dalam menyikapi fenomena robot trading dan aset kripto .

Selanjutnya yang ketiga, pembangunan literasi finansial dan literasi digital dari masyarakat selaku konsumen, agar mempunyai kapabilitas dan kompetensi yang memadai sehingga dapat menilai setiap produk ekonomi digital dari berbagai aspek dan perspektif, termasuk di dalamnya faktor potensi keuntungan maupun resiko kerugian.

Mengacu pada hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, indeks literasi keuangan kita baru mencapai 38 persen, sangat timpang dengan indeks inklusi keuangan yang sudah mencapai 76,19 persen.

Ini mengindikasikan bahwa meskipun akses pada berbagai produk dan layanan jasa keuangan cukup memadai, namun tingkat pemahaman masyarakat terhadap karakteristik produk dan layanan jasa keuangan yang masih rendah harus terus ditingkatkan.

Jika tidak dibenahi, kondisi ini tentunya mengkhawatirkan, karena tidak saja berdampak pada manajemen keuangan yang bukan saja tidak tepat sasaran, melainkan juga beresiko terjebak pada perangkap investasi bodong.

*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka

Halaman : 1