3 Parpol (GOLKAR-PKB- PAN ) Koalisi Menguak Pemberontakan Konstitusi

SHARE

Ilustrasi by Roby


Menurut Prof Denny, konstitusi sama sekali tidak boleh diubah untuk melegitimasi pelanggaran konstitusi. Apalagi disalahgunakan untuk memperbesar kekuasaan, yang justru seharusnya dibatasi oleh konstitusi itu sendiri. 

"Seharusnya Presiden Jokowi, sebagai Kepala Negara segera meluruskan pelanggaran serius ini. Itu kalau Beliau serius dengan sumpah jabatannya di atas Al Qur’an untuk menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya, dan jika Beliau tidak ingin dianggap sebagai bagian dari pelaku yang justru mengorkestrasi pelanggaran konstitusi bernegara tersebut," paparnya. 

Pakar Hukum Tata Negara Professor Yusril Ihza Mahendra ikut menimpali kemarin. Ia mengatakan tidak ada pihak yang berwenang untuk mengesahkan penundaan Pemilu 2024. Demikian dengan masa jabatan presiden, anggota DPR hingga DPD. Kalau pun elite di negeri ini memaksakan amandemen UUD 1945, maka hal ini hanya akan menyisakan masalah besar bagi Indonesia. 

"Tidak ada satu pun lembaga apa pun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967. Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang jabatan para pejabat negara tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat maka ada kemungkinan timbul krisis legitimasi dan krisis kepercayaan," kata Yusril seperti dikutip pelbagai media, Jumat (25/2) 

PDI-P menolak

Memang tidak semua parpol koalisi mengamini usul PKB, PAN, dan Golkar itu. PDP-P partai pemenang Pemilu 2019, pengusung utama Presiden Jokowi, malah menentang wacana itu. Partai koalisi lainnya, Gerindra, PPP, belum menyatakan sikap. 

Sedangkan parpol koalisi Partai Nasdem, masih tampak kebingungan. Tiga elitnya yang bicara dikutip media berbeda satu sama lain. Ada yang melihat jalan penundaan, dan ada juga yang menentang. Seperti sikap yang pernah disampaikan Surya Paloh, Ketum Nasdem, tempo hari.

Halaman : 1