Hanya Negara Lemah Demokrasi yang Tunda Pemilu karena Pandemi

SHARE

Istimewa


Pakar politik  Saiful Mujani, seperti dikutip Liputan6 tanggal 4 Maret lalu, mengatakan umumnya pemilihan umum (pemilu) di dunia tidak ditunda karena alasan pandemi Covid-19. Tahun 2020 sampai 2021, dari 301 pemilihan umum, 62 persen di antaranya diselenggarakan sesuai waktu atau jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.  Ada yang ditunda kurang dari 6 bulan, sekitar 32 persen. Sementara ada 2 persen yang ditunda selama 1 tahun. Dan 4 persen yang masih ditunda dan belum jelas akan dilakukan kapan.

“Dari data ini, kita melihat bahwa mayoritas agenda pemilu, termasuk pemilu lokal, tidak terganggu secara umum oleh Covid-19,” jelas pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini dalam keterangan tertulis, Jumat (4/3/2022).

Menurut Saiful, kasus penundaan pemilu nasional hanya terjadi di negara-negara yang memiliki sistem demokrasi yang sangat lemah atau negara-negara non-demokratis. Saiful mencontohkan negara seperti Zimbabwe atau Haiti yang baru mengalami insiden pembunuhan presiden.

Ini berbeda dengan negara-negara yang demokrasinya sudah matang seperti Korea Selatan. Meskipun kasus pandemi masih banyak, tapi mereka tetap menyelenggarakan pemilihan umum. “Orang yang berargumen bahwa pemilu seharusnya ditunda dengan alasan pandemi tidak punya basis empirik yang kuat,” tegasnya.

Bahkan, lanjut Saiful, Indonesia pernah melaksanakan Pilkada 2020 di masa pandemi dan dinilai oleh para pengamat dunia berlangsung dengan sangat baik. Kekhawatiran bahwa partisipasi pemilu akan sangat rendah juga tidak terjadi.  “Kenyataannya, partisipasi pemilu waktu itu lebih tinggi dari rata-rata di zaman normal,” jelasnya.

Hanya 10 ribu netizen

Ismail Fahmi menjelaskan riset data percakapan di media sosial, khususnya Twitter yang membahas percakapan netizen priode 1-9 Maret. Menurutnya, dari sekian banyak rumpun media sosial, Twitter yang paling banyak dipergunakan netizen untuk mambahas politik. Jumlah penggunanya di Indonesia saja hanya 18 juta, jauh dari jumlah klaim LBP. 

"Sedangkan yang terlibat percakapan politik secara intens hanya 10 ribu. Itu hasil penelitian Drone Emprit  dari 1-9 Maret. Mayoritas suara menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi, " ujar pakar IT dan pendiri Drone Emprit,  sebuah sistem untuk menganalisa dan memonitor media sosial yang berbasis teknologi big data.

Halaman : 1