Tambang Wariskan Petaka, Selamanya?

SHARE

Ilustrasi by Roby


Bayar Mahal

Pagi ini kembali mencuat issu tambang di daerah saya sendiri, teritorial Kabupaten Bima. Tersiar kabar akan masuk eksplorasi tambang emas, persisnya di Kecamatan Lambu. Isi berita, rencana pemerintah daerah yang disertai gelagat atau usaha-usaha pendekatan kepada warga tersebut gencar dilakukan namun menuia kritik hingga dan penolakan.

Bukan hal baru, perlu saya ingatkan memori pahit kasus eksploitasi tambang di daerah Kabupaten Bima berbuntut panjang sekitar tahun 2011-2012 lalu. Masyarakat menentang Surat Keputusan (SK) Bupati, aksi penolakan serius terhadap SK tambang mangan tersebut dibayar mahal dengan insiden pembubaran dan penembakan warga di Pelabuhan Sape. Berkembang kemudian ribuan warga melakukan aksi massa lakukan long march, hingga akhirnya kisruh terjadi peristiwa pembakaran kantor Bupati.

Dengan sejarah buruk itu, kita dapat memahami mengenai kompleksitas keruwetan masalah tambang, dan tentu saja ini membebani kita semua. Jangan sampai generasi berganti membayar mahalnya lagi sewaktu-waktu.

Penambangan selalu berkedok menciptakan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat lokal. Padahal ironi, korporasi-korporasi asing maupun nasional skala besar serta kecil hanya satu tujuannya. Yakni menguras kekayaan daerah untuk dibawa keluar pulau-negara meski harus melanggar hukum, mendikte perundang-undangan serta menindas warga sendiri dengan memperalat tangan-tangan elite kekuasaan nasional maupun daerah yang bermental inlander.

Fenomena bencana alam seperti banjir, lumpur, kerusakan, pencemaran lingkungan darat dan laut. Bahkan konflik-konflik vertikal maupun horizontal dampak yang ditimbulkan pertambangan yang selama ini telah terjadi apakah kedepan akan semakin massif?

Bisa saja berulang locus, yakni lokasi yang masuk dalam peta perencanaan beroperasinya eksplorasi koorporasi tambang tersebut secara geografis sangat dekat dengan lahan-lahan produktif dan pemukiman warga. Jika akuntabilitas dan komitmen pengelola tambang diragukan dalam hal ini pemetaan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus jelas dan transparan baik itu metode teknis pengelolaan tambang maupun upaya-upaya yang akan dilakukannya pasca penambangan.

Telisik Jawab

Memang dilematis jika cara pandang kita mengacu kepada perspektif otonomi daerah, di satu sisi kebijakan ini memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan semua potensi sumber daya alam (SDA) dan potensi-potensi lainnya untuk kepentingan pembangunan. Sementara sisi lain adalah persoalan lingkungan yang harus di jaga kelestariannya untuk kelangsungan hidup masyarakat.

Sejatinya potensi sumber daya alam yang disediakan oleh Tuhan dapat dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup bagi manusia. Tetapi praktek penggunaannya harus secara kensekuen sesuai mekanisme Hukum. Misalnya keberadaan tambang ini, dengan sendirinya akan banyak gunanya atau bermanfaat adil, makmur dan mensejahterkan sosial – ekonomi apabila pemerintah mempunyai political will menegakkan kesadaran kedaulatan nasional. Yang paling penting investor-investor penggarap tambang memiliki komitmen yang kuat.

Pertambangan dieksploitasi oleh korporasi-korporasi asing dengan sangat tidak adil. Secara global belum mampu menjadi agen yang menciptakan pembangunan menyeluruh, dan berkeadilan.

Lantas bagaimana eksplorasi dan eksploitasi SDA pertambangan bangsa ini dapat relatif lebih nasionalis dan menciptakan kesejahteraan masyarakat? Terutama tidak mewariskan bencana ekologi sosial dan lingkungan? Berharap investor nusantara yang lebih adil. Seluruh pertanyaan itu mana mungkin di biarkan mencari jalan penyelesaiannya sendiri.

Eksplorasi tambang baik yang sudah beroperasi maupun yang masih dalam tahap rencana. Selain aspek sosial tak bisa diabaikan, pertimbangan-pertimbangan hukum informal tidak boleh dilanggar yang melahirkan tindakan pemberian konsesi tambang tanpa terencana. Analisa komprehensif diperlukan, dan sosialisasi penyelesaian pro-kontra tambang.

Pemerintah tidak perlu takut mengambil keputusan tegakkan sanksi Pidana kepada perusahaan yang menggarap tambang Migas mapun non Migas tidak sesuai UU. Bebaskan alam Indonesia dari perangkap korporatokratik tambang yang juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Dan, pilihan terakhir, potensi sumber daya alam tambang merupakan asset daerah dibiarkan saja dahulu. Nantinya akan dikelola oleh generasi masa akan datang, setelah ketika mayoritas masyarakat tidak lagi bergantung sepenuhnya dengan sawah atau berkebun.

Halaman : 1