Hafidz juga menyoroti tantangan pelestarian bahasa daerah yang kini mulai banyak ditinggalkan oleh para penuturnya. Ia menyebut fenomena ini sebagai sebuah realitas yang mengancam kekayaan budaya bangsa.
"Banyak anak yang tidak dapat lagi menggunakan bahasa daerahnya dengan lancar, bahkan ada sebagian yang malu. Ini adalah sebuah realita dan tantangan saat ini," ungkapnya.
Menurutnya, di dalam bahasa daerah terkandung nilai-nilai karakter, kearifan lokal, dan peradaban yang penting untuk menjaga karakter bangsa yang santun. Sebagai contoh, ia menyebut konsep krama inggil dalam bahasa Jawa yang mengajarkan etika berbahasa kepada orang yang lebih tua.
Untuk itu, Badan Bahasa secara aktif terus melakukan pembinaan dan penyuluhan mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta merevitalisasi 120 bahasa daerah sebagai upaya menjaga warisan budaya tak benda tersebut.