CARAPANDANG - Terjadinya tsunami di Aceh pada akhir 2004 telah berdampak besar terhadap banyak aspek dalam kehidupan Masyarakat Indonesia, khususnya wilayah pesisir Barat Sumatera, termasuk Aceh. Tragedi kemanusiaan tersebut juga menyadarkan banyak pihak di seluruh dunia mengenai pentingnya membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana. Khusus bagi wilayah pesisir Barat Sumatera – dari Aceh hingga Lampung, ancaman terbesar yang harus dihadapi masyarakat adalah Gempa Bumi dan Tsunami dari arah Samudera Hindia. Hal ini mendorong inisiatif dari berbagai pihak untuk menyediakan sarana edukasi kesiapsiagaan publik terhadap Tsunami, salah satunya kini terwujud dengan berdirinya Museum Tsunami Aceh.
Museum ini dibangun atas inisiatif dari sejumlah lembaga, antara lain Pemerintah Propinsi NAD, Pemerintah Kota Banda Aceh, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias, Kementerian ESDM dan Ikatan Arsitek Indonesia. Menurut salah satu penggagasnya, bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana edukasi bagi masyarakat umum tetapi juga menjadi wahana untuk memperingati jatuhnya 120.000 korban jiwa dalam kejadian tersebut. Didirikan dengan dana senilai Rp. 70 miliar, bangunan ini sekaligus berfungsi sebagai pusat evakuasi Tsunami di masa mendatang. Meski telah diresmikan sejak Februari 2008, museum ini baru dibuka untuk umum pada tanggal 8 Mei 2011.