CARAPANDANG - Analis ICDX Revandra Aritama menyatakan pelemahan rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini dipengaruhi sentimen domestik, yakni kekhawatiran atas penurunan aktivitas ekspor China yang merupakan konsumen terbesar produk Indonesia.
“Turunnya permintaan dari China ini memberikan ancaman untuk positifnya neraca dagang yang telah berjalan selama ini,” ujar dia, di Jakarta, Jumat.
Pasca pembukaan lockdown COVID-19, kondisi ekonomi China disebut belum kembali normal seperti yang terjadi di industri manufaktur China.
Selain itu, sektor energi di China disebut masih memiliki stok bahan bakar, terutama batu bara yang cukup energi disebutkan cukup melimpah sehingga ada peluang impor China untuk komoditi tersebut juga berpeluang menurun.
“Namun kondisi ekonomi Indonesia sendiri secara umum disebut ada di level yang baik. Inflasi relatif terjaga, pertumbuhan ekonomi juga dinilai sangat baik, cadangan devisa juga ada di level yang baik,” ujarnya lagi.
Perekonomian dalam negeri yang baik mampu menyerap investasi dari domestik maupun luar negeri, sehingga mempengaruhi penguatan rupiah.
Faktor lainnya adalah rilis tenaga kerja AS yang menunjukkan peningkatan unemployment claim. Ini memperlihatkan pasar tenaga kerja AS yang lemah, ditambah dengan data neraca perdagangan yang saat ini berada di kisaran -74,6 miliar dolar AS dari sebelumnya -60,6 miliar dolar AS.