CARAPANDANG - Berada di bibir pantai yang curam, Pura Tanah Lot tampak begitu indah. Ketika air laut pasang, Pura Tanah Lot terlihat seperti daratan yang mengambang di tengah pantai. Para pengunjung baru bisa menginjakkan kaki di tempat ini saat air laut mulai surut.
Di sekitar Pura Tanah Lot banyak terdapat gua. Ini dibentuk oleh air laut yang terus-menerus mengikis karangnya. Gua-gua ini kemudian menjadi tempat hidup bagi ular-ular laut yang jinak. Konon, ular-ular ini merupakan hewan milik dewa yang mendiami pura untuk menjaga kawasan suci Pura Tanah Lot. Karenanya tak boleh diusik.
Pura Tanah Lot, salah satu tempat ibadah umat Hindu yang disucikan di Bali, berdiri di atas karang di sisi pantai Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Sejarah Pura Tanah Lot berkaitan dengan legenda tentang brahmana Jawa dari sekira abad ke-16 bernama Danghyang Nirartha atau juga dikenal dengan sebutan Danghyang Dwijendra atau Pedanda Sakti Wau Rauh.
Disebutkan Nirartha berhasil merebut simpati masyarakat Bali untuk memeluk Hindu. Hal itu membuat iri Bendesa Beraban, penguasa Tanah Lot. Apalagi banyak pengikutnya berpaling pada Nirartha. Maka, Bendesa memaksa Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot.
Nirartha menyanggupi. Namun sebelum pergi, dia menggunakan kesaktiannya untuk memindahkan sebuah batu besar ke tengah pantai dan membangun pura di atasnya. Dia juga mengubah selendangnya menjadi ular untuk menjaga pura. Akhirnya Bendesa pun menjadi pengikut Nirartha.